PERCOBAAN VII REAKSI KIMIA III : KATALIS ENZIMATIS (KIMIA DASAR II)


A B S T R A K

Telah dilakukan percobaan yang berjudul, ”Katalis Enzimatis.” Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh katalis pada kecepatan reaksi, untuk menunjukkan enzim dapat berfungsi sebagai katalis, dan untuk mengetahui pengaruh beberapa parameter pada kinerja katalis enzimatis. Prinsip percobaan yang digunakan adalah katalis enzimatis. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah penggunaan saliva encer dengan parameter suhu, pH serta ion logam. Hasil yang didapat dari percobaan yaitu pengaruh temperatur, pada suhu 370C enzim amilase dapat bekerja dengan optimal, pada pengaruh pH 7 enzim bekerja dengan optimal juga, sedangkan pengaruh ion logam sebagai inhibitor adalah pada tabung kesatu dan kedua. Ion yang berfungsi sebagai inhibitor adalah ion Cu dan Hg. Ion yang berfungsi sebagai aktivator adalah K+, Mn+, Mg2+, Zn2+.

Keyword : Enzim, Amilase, Inhibitor, Katalis

PERCOBAAN 7
REAKSI KIMIA III : KATALIS ENZIMATIS

I. Tujuan Percobaan
a. Untuk mengetahui pengaruh katalis pada kecepatan reaksi.
b. Untuk menunjukkan bahwa enzim dapat berfungsi sebagai katalis.
c. Untuk mengetahui pengaruh beberapa parameter pada kinerja katalis enzimatis.

II. Dasar Teori
2.1. Enzim
Kata enzim berarti “dalam ragi”. Manusia telah menggunakan enzim sejak zaman prasejarah dalam memproduksi anggur, cuka dan keju. Suatu enzim adalah suatu katalis biologis. Hewan tingkat tinggi mengandung ribuan enzim. Enzim merupakan katalis yang lebih efisien dari pada kebanyakan katalis laboratorium atau industri. Enzim juga memungkinkan suatu selektivitas pereaksi dan suatu pengendalian laju reaksi yang tidak dimungkinkan oleh kelas katalis lain. Semua enzim adalah protein. Untuk aktivitas biologis, beberapa enzim memerlukan gugus-gugus prostetik atau kofaktor.
(Fessenden, 1986)

Enzim merupakan polimer biologis yang mengkatalisis lebih dari satu proses dinamik yang memungkinkan kehidupan. Sebagai determinan yang menentukan kecepatan berlangsungnya berbagai peristiwa fisiologik, enzim memainkan peran sentral dalam masalah kesehatan dan penyakit. Pemecahan makanan untuk memasok energy serta unsur-unsur kimia pembangun tubuh (building blocks); perakitan building block tersebut menjadi protein, membrane sel. Serta DNA yang mengkodekan informasi genetic; dan akhirnya peeenggunaan energy untuk menghasilkan gerakan sel, semua ini dimungkinkan dengan adanya kerja enzim-enzim yang terkoordinasi secara cermat.
(Murray, 2001)

2.2. Klasifikasi Enzim
International Union of Biochemistry (IUB) membagi enzim menjadi 6 kelas, yaitu:
Oksidoreduktase : mengkatalisis reaksi oksidasi reduksi, dan biasanya menggunakan koenzim :
1. NAD+
2. NADP+
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : Dehidrogenase, Oksidase, dan Hidroksilase
  • Transferase : mengkatalisis pemindahan gugus tertentu, seperti gugus 1-karbon, gugus aldehid dan keton, gugus asil, gugus glikosil, gugus fosfat dan gugus mengandung S. Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : Amino transferase, asil karnitin transferase, transkarboksilase dan glukinase.
  • Hidrolase : meningkatkan pemecahan ikatan antara karbon dengan atom lainnya dengan penambahan air. Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : esterase, amidase, peptidase,fosfatase dan glikosidase.
  • Liase : mengkatalisis pemecahan karbon-karbon, karbon-sulfur dan karbon-nitrogen. Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : dekarboksilase, aldolase, sintase dan deaminase.
  • Isomerase : mengkatalisis raseminasi optic atau isomer geometric dan reaksi oksidasi reduksi intramolekular tertentu. Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : epimerase, mutase dan isomerase.
  • Liase : mengkatalisis pembentukan ikatan antara karbon dengan karbon, karbon dengan sulfur, karbon dengan nitrogen dan karbon dengan oksigen. Untuk pembentukan ikatan tersebut diperlukan energi yang berasal dari ATP. Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : Sintetase dan Karboksilase.

(Shahib, 1992)
2.3. Komponen Enzim
Enzim terdiri dari dua komponen, yaitu:
1. Protein
2. Gugus Prostetik (Koenzim)
Bagian apoenzim menyebabkan kekhasan pada enzim. Bagian gugus prostetik dapat  berupa kofaktor. Kofaktor yaitu senyawa anorganik yang diperlukan oleh enzim untuk aktivitas biologisnya. Kofaktor dapat berupa ion logam seperti unsur besi, mangan, magnesium dan natrium. Koenzim yaitu senyawa organik, misalnya vitamin B1, B2 dan B6.
(Fessenden, 1986)
Komponen Enzim meliputi :
a. Apoenzim 
Adalah bagian enzim yang terdiri dari protein. 
    Sifat: - tidak tahan panas
              - tidak mampu melewati membran dialysis.
b. Koenzim 
Adalah bagian enzim yang bukan protein.
    Sifat:  - tahan terhadap panas 
               - mampu melewati membran dialis. 

Holoenzim adalah gabungan antara apoenzim dan koenzim yang terikat satu sama lain. Koenzim, kofaktor, gugus prostetik merupakan kokatalis. Gugus prostetik terikat erat pada apoenzim sedangkan kofaktor tidak begitu erat. Gugus prostetik adalah bagian dari enzim yang berbentuk molekul organic. Koenzim adalah suatu bagian yang bertindak sebagai penerima hydrogen atau akseptor hidrogen seperti NAD/ATP.
( Winarno, 1986 )

Enzim terdiri dari satu atau lebih rantai polipeptida, disamping itu terdapat pula bagian yang bukan protein yang penting untuk aktivitas katalitik. Bagian yang bukan protein ini disebut kofaktor. Koenzim adalah bentuk tertentu dari kofaktor.
Kofaktor dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu : gugus prostetik, koenzim dan ion metal. Koenzim adalah senyawa organik yang berasosiasi dengan apoenzim dan bersifat sewaktu (tidak permanen), biasanya pada saat berlangsung katalisis. Selanjutnya koenzim yang sama dapat menjadi kofaktor pada enzimyang berbeda. Pada umumnya koenzim tidak hanya membantu enzim memecah substrat, tetapi juga bertindak sebagai aseptor sementara untuk produk yang terjadi. Kebanyakan komponen kimia koenzim adalah vitamin.
(Shahib, 1992)

a. Inhibitor Enzim
Inhibitor adalah beberapa zat kimia yang dapat menghambat kerja enzim, misalnya garam-garam dan logam berat seperti air raksa.
Inhibitor dapat dikelompokkanmenjadi tiga macam yaitu inhibitor kompetitif, inhibitor non-kompetitif dan inhibitor umpan balik.
(Poedjiadi, 1994)
Inhibisi kompetitif klasik terjadi pada tapak pengikatan-substrat (katalitik). Struktur kimia sebuah inhibitor analog-substrat (I) umumnya menyerupai struktur kimia substrat (S). oleh karena itu, inhibitor tersebut dapat berikatan secara reversible dengan enzim sehingga yang seharusnya membentuk kompleks EnzS, justru membentuk kompleks enzim inhibitor (Enzl).

Pada inhibisi nonkompetitif, tidak terdapat persaingan antara S dan I. struktur inhibitor biasanya tidak atau hanya sedikit mirip dengan struktur S dan dapat dianggap berkaitan dengan domain yang berbeda pada enzim. Inhibitor nonkompetitif reversible menurunkan  kecepatan reaksi maksimal yang diperoleh pada pemberian sejumlah enzim (Vmaks yang lebih rendah), tetapi biasanya tidak mempengaruhi nilai Km.
(Murray,2001)

b. Sifat-Sifat Enzim
Secara umum, sifat-sifat enzim sebagai berikut:
  • Sebagai biokatalisator yaitu dapat menggiatkan atau kadang-kadang dapat menyebabkan memuainya proses dalam sel.
  • Enzim bekarja spesifik artinya untuk merubah atau mereaksikan suatu zat tertentu memerlukan enzim tertentu pula.
  • Enzim dapat bekerja bolak-balik artinya suatu reaksi memerlukan enzim yang sama juga mempengaruhinya adalah jumlah substrat dan jumlah produksi.
  • Enzim bekerja sangat cepat.
  • Enzim tidak ikut bereaksi artinya enzim tidak berubah dan dapat dipakai kembali setelah reaksi enzimatis berlangsung.
  • Aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu.
  • Enzim sensitif terhadap pH.

(Murray, 001)

2.4. Kekhasan Enzim 
Nama enzim disesuaikan dengan substratnya dengan penambahan “ase” di belakangnya. Substrat adalah senyawa yang bereaksi dengan bantuan enzim. 

Contoh: enzim menguraikan substrat (urea) disebut urease.
Kelompok enzim yang mempunyai fungsi sejenis diberi nama menurut fungsinya. Misalnya, hidrolase adalah kelompok enzim yang mempunyai fungsi sebagai katalis dalam proses hidrolisis. Disamping nama trival (biasa) maka oleh “Commision On Enzimes of The International Union of Biochemistry” telah ditetapkan nama yang sistematis dan disesuaikan dengan pembagian dan penggolongan enzim berdasar fungsi.  Kekhasan enzim terhadap suatu reaksi disebut kekhasan reaksi. Asam amino tertentu sebagai substrat dapat mengalami berbagai reaksi dengan enzim.
( Poedjiadi, 1994 )

2.5. Dasar Kerja Enzim
Pada umumnya terdapat dua mekanisme kerja enzim yang mempengaruhi reaksi katalis. Mekanismenya adalah :
  • Enzim meningkatkan kemungkinan molekul – molekul yang bereaksi saling bertemu dengan permukaan yang saling berorientasi. Hal ini terjadi karena enzim mempunyai suatu afinitas yang tinggi terhadap substrat dan mempunyai kemampuan mengikatnya walaupun bersifat sementara. Penyatuan antara substrat dengan enzim tidak seenaknya, melainkan substrat terikat dengan enzim sedemikian rupa sehingga setiap substrat terorientasi secara tepat untuk terjadi reaksi.
  • Pembentukan ikatan yang sementara (biasanya ikatan non kovalen) antara substrat dengan enzim menimbulkan penyebaran ini menyebabkan suatu regangan pada ikatan kovalen spesifik dalam molekul substrat sehingga ikatan kovalen tersebut menjadi mudah pecah. Dapat disimpulkan bahwa enzim mempercepat laju reaksi agar keseimbangan reaksi tercapai, tetapi tidak mempengaruhi konstanta keseimbangan.

Banyak faktor yang mempengaruhi laju reaksi suatu enzim diantaranya yang penting adalah konsentrasi baik substrat maupun enzim. Faktor utama lainnya antara lain : suhu, pH, kekuatan ikatan ionik dan adanya inhibitor (penghambat reaksi). Faktor – faktor yang mempengaruhi laju reaksi enzim yaitu
1) Suhu
Laju reaksi meningkat seiiring bertambahnya suhu, namun apabila suhu terlalu tinggi, maka enzim akan rusak sehingga reaksi berjalan optimal. Suhu normal untuk aktivitas enzim berkisar antara 25 - 370C.

2) Derajat Keasamam (pH)
Pengaruh pH terhadap suatu reaksi enzim menjadi rumit oleh beberapa faktor yang dapat saling bersaing apabila aktifitas enzim mencapai maksimum jika pH mencapai optimum, maka laju reaksi akan berkurang di kedua sisi pH optimum. Untuk setiap kombinasi dari 3 aturan yang mungkin :
  • Protein enzim terdenaturasi akibat  pH ekstrem tinggi atau rendah.
  • Protein enzim dapat memerlukan gugus – gugus amino yang terionisasikan pada rantai samping yang mungkin di titik hanya pada satu keadaan ionisasi.
  • Substrat dapat memperoleh protein dalam satu bentuk muatan.

3) Konsentrasi Enzim
Laju meningkat secara linier dengan bertambahnya konsentrasi enzim jenuh lebih sedikit dari konsetrasi substrat.

4) Konsentrasi Substrat
Laju reaksi yang mengkatalisasikan dengan enzim mula – mula berada pada kesetimbangan, namun seiring konsentrasi substrat dinaikkan lebih lanjut atau berlebih akan tercapai suatu laju limit atau laju maksimum suatu reaksi hingga pada saat penambahan substrat lebih lanjut tidak mempengaruhi reaksi (kinetika penjenuhan).
( Petrucci, 1997 )
2.6. Fungsi dan Cara Kerja Enzim 
2.6.1. Fungsi Enzim 
Adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi didalam maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 106 – 1011 kali lebih cepat dari pada bila reaksi tersebut berlangsung tanpa katalis. 
( Poedjiadi, 1994 )
2.6.2. Cara Kerja Enzim 
Enzim diduga menyesuaikan diri di sekitar substrat ( molekul yang akan dikerjakan ) untuk membentuk kompleks enzim substrat. Ikatan menjadi tegang oleh gaya terik antara substrat dan enzim. Ikatan tegang mempunyai energi dam mudah terpatahkan sehingga reaksi berlangsung lebih mudah dan menghasilkan kompleks enzim substrat.

2.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerja Enzim
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim. Faktor-faktor tersebut dapat bersifat fisik atau bersifat kimia yaitu :
2.7.1. Suhu atau Temperatur
Laju reaksi yang dikatalis oleh enzim akan meningkat dengan adanya penurunan suhu. Pada suhu transisi aktivitas enzim menurun tajam. Kenaikan kecepatan dibawah temperatur optimal disebabkan oleh kenaikan energi kinetika molekul yang bereaksi. Bila suhunya dinaikkan terus, energi kinetika menjadi besar sehingga melampaui penghitung energi untuk memecahkan ikatan sekunder yang mempertahankan enzim dalam bentuk aslinya. Akibatnya struktur sekunder dan tersier hilang disertai hilangnya aktivitas biologis.
(Mayes, 1992)
2.7.2.  Konsentrasi Substrat
Bila konsentrasi substrat (s) naik sedangkan semua keadaan lainya dipertahankan tetap, kecepatan tetap, keceepatan awal yang diukur  v naik sampai nilai maksimum v berhenti. Efek konsentrasi substrat pada kecepatan reaksi yang dikatalis enzim.
Kecepatan akan naik bila konsentrasi substrat dinaikkan sampai konsentrasi enzim dikatakan telah jenuh dengan substrat. Jumlah substrat masih melebihi jumlah enzim dengan persamaan molar yang besar. Apabila titik A dan B, Kenaikkan atau penurunan jumlah enzim tergabung dengan substrat dan v akan tergantung pada (s). Pada C, semua enzim tergabung dengan substrat sehingga kenaikkan selanjutya dari S. Walau ini menaikkan konsentrasi benturan anatar enzim dan substrat tidak dapat menaikkan kecepatan reaksi karena tidak ada enzim yang terdapat unsur bereaksi.

2.7.3. Pengaruh pH
Enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH yang disebut pH optimum, yang umumnya antara pH 4,5 – 8,0. suatu enzim tertentu  mempunyai pH optimum sangat ekstrim , misalnya pepsin pada pH 1,8 dan organisme pada pH 10,0.
Kisaran pH yang ekstrim, baik asam maupun basa terjadi aktivasi, yang irreversible. Pada kisaran pH selebihnya masih dapat terjadi inaktivasi, tetapi bersifat reversible. Perlu diketahui pada enzim yang sama, sering pH umumnya berbeda, tergantung asal enzim tersebut. Misalnya metal esterase yang diperoleh dari kapan mempunyai pH optimum sekitar 5,0 sedang enzim yang sama yang diperoleh dari kacang merah mempunyai pH sekitar 8,5.

2.7.4. Pengaruh Ion Logam
Lebih dari 25% dari keseluruhan enzim mengandung ion logam yang terikat erat atau membutuhkan ion logam bagi aktivitasnya. Metal enzim mengandung ion logam fungsional dalam jumlah pasti yang dipertahankan selama proses pemurnian. Enzim yang diaktifkan oleh logam memperlihatkan ikatan dengan logam yang kurang erat, namun memerlukan logam tambahan. Dengan demikian perbedaan metaloenzim dan enzim yag diaktifkan oleh logam terletak pada afinitas enzim terhadap ion logam. Mekanisme yang diinginkan ion logam untuk melaksanakan fungsinya tampak serupa dengan metaloenzim dan enzim yang diaktifkan oleh logam. 
(Murray, 1997)

2.8. Katalis
Katalis merupakan suatu zat yang mempengaruhi laju reaksi tanpa adanya perubahan permanen pada zat tersebut. Katalis berfungsi untuk meningkatkan kecepatan reaksi. 
Katalis dibedakan menjadi:
  • Katalis Homogen, Katalis homogen adalah jenis katalis yang berfase sama dengan pereaksi.
  • Katalis Heterogen, Katalis heterogen adalah jenis katalis yang tidak berfase sama dengan pereaksi.
(Keenan, 1984)
2.9. Katalis Enzimatis 
Banyak reaksi dalam kimia sistem organik dilakukan dengan enzim sebagai katalis. Enzim merupakan protein yang terdiri dari berbagai asam amino sama seperti molekul lain. Katalis enzimatik melibatkan ikatan-ikatan kimia yang digunakan dengan ikatan-ikatan pada reaksi kimia organik biasa. Dalam pelaksanaannya, katalis enzimatik menggunakan struktur yang dibentuk oleh berbagai gugus asam amino dan prostestik. Sejumlah protein bertindak cepat sebagai katalis yang sangat reaktif, lebih reaktif dari senyawa lsin yang dapat mempercepat sejumlah reaksi karena protein mampu dirakit menjadi beberapa bentuk.

Dasar fungsi enzim adalah keefektifan katalis asam amino, gugus karboksil dan gugus pengikat lain dinaikkan beberapa puluh kaki lipat dengan menempatkannya dalam ruang tertentu sehingga dapat mengunci senyawa yang dipengaruhi. 

Suatu senyawanya dapat mengkatalis reaksi dari beberapa substrat yang berbeda. Falam reaksi enzimatik gugus pengikat dan gugus-gugus katalistik dan enzim bergabung dengan substrat membentuk kompleks enzim substrat/ kemampuan enzim prostate. 

Enzim aktivasi pembentukan kompleks enzim senyawa antara pada reaksi enzimatik jauh lebih rendah dari pada energi aktivasi pada reaksi kimia tanpa enzim. Suatu enzim merupakan suatu katalis yang dapat dibentuk sehingga mudah melakukan katalis dari suatu arah dan agak sulit melakukan katalisis kearah berikutnya. 
( Poedjiadi, 1994 )

2.10. Kinetika Katalis Enzim
Salah satu reaksi kimia yang paling sederhana adalah pengubahan suatu molekul zat S, menjadi suatu molekul hasilnya P, dengan laju reaksi k. Reaksi ini dapat dituliskan sebagai :
S --> P
Dalam reaksi yang dikatalis enzim semacam S, disebut substrat atau senyawa yang transformasinya dikatalis oleh enzim. Pada reaksi ini panah baliknya dihapuskan karena kesetimbangan reaksinya jauh cenderung menuju ke hasilnya atau sebab beranjak dari konsentrasi hasil nol (hanya meninjau tahap awal reaksi sebelum hasil yang memadai terkumpul). Hal ini berarti bahwa jumlah dari bentuk hasilnya tidak penting. Jadi dengan model ini dapat pula dicakup peningkatan banyaknya reaksi enzim. Dan dengan hasil ini dapat di tuliskan :
S + A --> P
Jika terdapat sejumlah besar A dibandingkan dengan S sehingga konsentrasinya dapat dianggap tetap sebelum reaksi. Dalm hal ini konstanta K sama dengan K’ kali konsentrasi A yang tak berubah. Misalnya semua reaksi hidrolisis, termasuk jenis ini dengan A ialah air.
Apabila tidak ada enzim pada kebanyakan reaksi hidrolase, laju pembentukan hasilnya diabaikan (atau penekanan substrat). Biasanya laju reaksi semacam itu disebut kecepatan (V) reaksi.
V = -d [S] / dt
= K [S]
Akan tetapi dengan enzim dan konsentrasi substrat pada persamaan ini tidak berlaku, K tidak lagi konstan tetapi sebanding dengan konsentrasi enzim.
d [S] / dt = -K [S]
(Poedjiadi, 1994)

2.11. Analisa Bahan
1. Amilum
Sifat Fisik   : Merupakan polisakarida yang terbentuk dari cara sintesa banyak terdapat pada tanaman.
Sifat Kimia : Campuran 10 -20% amilosa dan 80-90% amilopeptin. Jika bereaksi dengan  iodine membentuk warna hijau.
(Basri, 1996)

2. Iodin
Sifat Fisik   : Berat atom  126,90 gram/mol, nomor atom 53, berwarna hitam kebiruan dengan uap ungu,digunakan sebagai bahan antiseptic, katalis dan lain-lain.
Sifat Kimia : Larut dalam alkohol, kloform, eter, gliserol, dan karbon disulfida, tidak larut dalam air.
(Basri, 1996)

3. Cu(NO3)¬2
Sifat Fisik   : Merupakan larutan Berwarna biru laut, titik dekomposisi 170˚C, titik leleh 115˚C.
Sifat Kimia : Larut di dalam air merupakan reagen untuk mendeteksi Oksigen.
(Basri, 1996)

4. HgCl2
Sifat Fisik   : Densitas 5,44, titik leleh 280,7˚C, titik didih 302˚C, beracun dan korosif, digunakan untuk antiseptik, mengawetkan kayu.
Sifat Kimia : Dapat larut dalam air, berbahaya bagi lingkungan.
(Pringgodigdo, 1973)

5. Pb(NO3)2
Sifat Fisik   : Senyawa tidak berwarna, densitas 4,53, titik dekomposisi 233˚C.
Sifat Kimia : Berbahaya bagi lingkungan, larut dalam air, digunakan sebagai reagen, pewarna industri tekstil.
(Pringgodigdo, 1973)

6. Aquades
Sifat Fisik   : titik didih 100˚C, titik beku 0˚C, memiliki Kb = 0,51 gram/mol.
Sifat Kimia : Memiliki rumus molekul H2O, merupakan senyawa  berfasa cair, tidak berwarna.
(Mulyono, 2005)

7. Larutan Buffer
Larutan yang mempunyai sifat dapat mempertahankan pH lingkungannya
baik oleh pengaruh penambahan sedikit asam atau basa maupun oleh pengenceran, merupakan campuran yang terdiri dari pasangan konjugasi asam – basa (misalnya : CH3COOH/CH3COOˉ , NH4OH/NH4+). Larutan buffer ada 2 yaitu:
a. Buffer pH 5 (untuk pH agak asam)
b. Buffer pH 7 (untuk pH netral).
(Mulyono, 2005)

8. Saliva
Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa. Tiap hari sekitar 1 – 1,2 liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Saliva terdiri dari 99,24% air dan 0,58% terdiri atas ion Ca2+, Na+, K+, PO4-, Clˉ, HCO3ˉ, SO4 2- dan zat – zat organic, seperti enzim amilase dan ptyalin.
(Milller,1993)

9. Enzim Amilase
Termasuk kelompok enzim hidrolase, yaitu enzim yang mengkatalis hidrolisa substrat dengan molekul air. Enzim amilase, dapat memecah ikatan peptide dalam amilum sehingga terbentuk maltose. Macam – macam enzim amilase, α amilase, β amilase, terdapat dalam saliva dari pankreas. Enzim ini memecah ikatan yang terdapat dalam amilum disebut enzim endoamilase sebab enzim ini memecah bagian dalam bagian tengah molekul amilum.
(Poedjiadi, 1994)

III. Metode Percobaan
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
  • Gelas Beker
  • Tabung Reaksi
  • Kertas Saring
  • Penangas air
  • Drup plate
  • Termometer
  • Pipet Tetes
  • Corong
  • Gelas ukur
  • Rak tabung reaksi
  • Penjepit
3.1.2. Bahan
  • Larutan Amilum 1%
  • Larutan I dalam KI
  • Cu(NO3)2
  • HgCl2
  • Pb(NO3)2
  • Larutan buffer pH 5
  • Larutan buffer pH 7
  • Aquadest
3.2 Gambar Alat

IV. Data Pengamatan
4.1. Pengaruh Temperatur terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Suhu
Perubahan Warna
3 Menit ke- 1
3 Menit ke- 2
3 Menit ke- 3
3 Menit ke- 4
3 Menit ke-5
0º C
Biru dongker
Cokelat Tua
Cokelat tua
Cokelat muda
Cokelat muda
37º C
Kuning 
Kuning 
Kuning 
Kuning 
Kuning 
70º C
Biru dongker
Biru dongker
Biru dongker
Biru dongker
Biru dongker

4.2. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase
pH
Perubahan Warna
3 Menit ke- 1
3 Menit ke- 2
3 Menit ke- 3
3 Menit ke- 4
3 Menit ke-5
5
Biru Dongker
Biru Dongker
Biru Dongker
Biru Dongker
Biru Dongker
7
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning

4.3. Pengaruh Ion Logam terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Ion Logam
Perubahan Warna
3 Menit ke- 1
3 Menit ke- 2
3 Menit ke- 3
3 Menit ke- 4
3 Menit ke-5
Cu(NO3)2
Biru Dongker
Biru Dongker
Biru Dongker
Biru Dongker
Biru Dongker
HgCl2
Biru Dongker
Biru Dongker
Biru Dongker
Biru Dongker
Biru Dongker
Pb(NO3)2
Biru Dongker
Biru Dongker
Biru Dongker
Biru Dongker
Biru Dongker
Saliva encer murni (tanpa ion logam)
Kuning Kecokelatan
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning

V. Pembahasan
Telah dilakukan percobaan yang berjudul, “Reaksi Kimia III : Katalis Enzimatis.” Tujuan Percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh katalis pada kecepatan reaksi, untuk menunjukkan bahwa enzim dapat berfungsi sebagai katalis, serta untuk mengetahui pengaruh beberapa parameter pada kinerja katalis enzimatis seperti suhu, pH, dan ion logam. Jika berwarna biru dongker (ungu) maka enzim dan substrat tidak dapat beraksi karena enzim rusak (terdenaturasi) sehingga substratnya masih berupa amilum. Jika berwarna kuning maka enzim bereaksi dengan substrat, dan jika berwarna kecoklatan maka enzim dan sustrat bereaksi dengan lambat (terdormansi).

5.1. Pengaruh Temperatur Terhadap Aktivitas Enzim
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap aktifitas enzim. Enzim adalah biokatalisator yang diperoleh oleh jaringan hidup dan meningkatkan laju reaksi yang munkin terjadi dalam jaringan. Bila tidak ada enzim, maka reaksi – reaksi yang akan berjalan terlalu lambat. Beberapa enzim bersifat reversible. Enzim tidak mempengaruhi fase kesetimbangan reaksi yang dikatalisis.
(Montgomery, 1993)
Dalam percobaan ini digunakan larutan saliva encer dan amilum 1% yang dipanaskan pada suhu yang berbeda, yaitu 0oC, 370C, dan 700C untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap aktifitas enzim amilase. Enzim yang digunakan dalam percobaan ini adalah enzim amilase yang diperoleh dari larutan saliva encer. Amilum bertindak sebagai substrat. Melalui percobaan ini, kita dapat mengetahui bahwa temperatur sangat mempengaruhi aktifitas enzim. Pada percobaan ini, sampel yang berupa larutan saliva encer diteteskan iodine yang berfungsi untuk mengidentifikasi adanya amilum pada sampel dengan menghasilkan warna ungu tua (biru dongker).

5.1.1. Pada Suhu 00C
Pada percobaan yang dilakukan pada suhu 00C, setelah larutan saliva encer dan amilum dicampurkan, maka akan dihasilkan larutan yang bening. Kemudian diambil beberapa tetes lalu diteteskan dengan iodine maka dihasilkan warna ungu kehitaman. Warna ungu kehitaman berasal dari amilum yang bereaksi dengan Iodine. Pada menit ke-3, akan dihasilkan warna biru dongker (ungu), menit ke-6 dihasilkan warna coklat tua, menit ke-9 dihasilkan warna coklat tua, menit ke-12 dihasilkan warna coklat muda, dan begitu pula pada menit ke-15 dihasilkan warna coklat muda. Hal ini mengidentifikasi bahwa amilum akan terhidrolisis oleh enzim amilase (dalam saliva encer) dengan, karena keadaan tersebut yaitu keadaan dormansi (enzim dalam keadaan istirahat). Enzim amilase bereaksi dengan substrat (amilum) dengan lambat sehingga untuk menghasilkan enzim substrat perlu waktu yang lama..

5.1.2. Pada Suhu 370C
Pada suhu 370C, setelah larutan saliva encer dan amilum diampurkan, maka akan menghasilkan warna yang bening. Kemudian setelah itu diberikan beberapa tetes iodine akan menghasilkan warna kuning. Hal ini menunjukan bahwa enzim (amilase) bereaksi dengan substrat (amilum) sehingga menghsilkan enzim sustrat. Enzim substrat terurai menjadi enzim dan produk, produknya yaitu maltosa. Maltosa ditambahkan iodine dalam KI akan berwarna kuning karena maltosa merupakan senyawa polar dan I- merupakan polar sehingga dapat bereaksi dengan ditunjukan warna kuning. Oleh karena itu, ketika diteteskan oleh iodine tidak dihasilkan warna ungu kehitaman. Reaksi hidrolisis amilum ini berlangsung dengan bantuan katalisator yang berupa enzim amilase yang terkandung dalam saliva. Reaksi hidrolisi berlangsung cepat pada suhu ini karena pada suhu 370C (suhu optimum) enzim amilase dapat bekerja dengan sempurna. Suhu optimum adalah suhu yang paling tepat bagi suatu reaksi dengan menggunakan enzim tertentu. Suhu optimum merupakan suhu yang menyebabkan terjadinya reaksi kimia dengan kecepatan maksimal.
( Poedjiadi, 1994)

5.1.3. Pada Suhu 700C
Pada suhu 700C, setelah larutan saliva encer dan amilum dicampurkan maka akan menghasilkan warna bening. Lalu diteteskan kedalam drouple plate yang telah berisi iodine, maka akan dihasilkan warna ungu kehitaman. Pada suhu 70oC, enzim akan mengalami denaturasi. Dengan adanya denaturasi enzim ini, bagian aktif enzim akan terganggu sehingga kecepatan reaksinya menurun (enzim akan kehilangan semua aktifitas enzimnya / enzim terdenaturasi). Warna ungu kehitaman menunjukkan bahwa enzim tidak dapat bereaksi dengan substrat sehingga tidak dapat menghasilkan enzim substrat, karena substrat masih dalam bentuk amilum sehingga ditambah iodine dalam KI akan berwarna biru dongker (ungu) berarti menunjukan adanya amilum. Hal ini berarti, amilum tidak diuraikan oleh enzim amilase dan bereaksi dengan iodine.
Temperatur mempengaruhi aktifitas enzim dimana aktifitas enzim akan meningkat pada suhu tertentu dan menurun bila melebihi suhu optimumnya. pada suhu 00C enzim bekerja kurang sempurna karena enzim bekerja dengan lambat. Pada suhu 370C enzim mencapai suhu optimumnya sehingga aktifitas enzim akan meningkat dan mencapai kecepatan maksimalnya. Enzim dapat bereaksi dengan substrat secara optimal sehingga diperoleh enzim substrat dan menghasilkan produk berupa maltosa yang jika ditambah iodine dalam KI akan berwarna kuning. Ini menunjukan bahawa maltosa bersifat polar bereaksi dengan I- yang bersifat polar.  Sedangkan pada suhu 700C enzim akan mengalami denaturasi (penurunan kecepatan reaksi enzim). Enzim tidak bereaksi dengan substrat sehingga tidak terbentuk enzim subatrat. Substrat masih dalam bentuk amilum jika ditambah dengan iodine dalam KI akan berwarna biru dongker (ungu tua).

5.2. Perubahan pH terhadap aktivitas enzim amilase
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase serta perbedaan aktivitas kerja enzim pada pH yang berbeda. Percobaan ini dilakukan dengan mereaksikan saliva encer dengan amilum serta larutan buffer dengan pH 5 dan pH 7. Larutan buffer digunakan untuk mempertahankan atau menaikkan sedikit pH sesuai dengan titik isoelektrik. Titik isoelektrik adalah titik kenetralan dimana suatu zat, misalnya asam amino, yang memiliki butir-butir koloid netral pada pH tertentu dan tidak dipengaruhi oleh medan listrik. (Ahmad Fatih, 2008)
Pada percobaan ini, dilakukan variasi parameter berupa pH 5 dan pH 7 yang dicampurkan ke dalam saliva dan amilum, dimana sebelumnya dipanaskaan pada suhu 37°C. Pemanasan dengan suhu sebesar 37°C ini karena suhu tersebut merupakan suhu optimum, dimana enzim dapat bekerja dengan baik.  Ditinjau dari bahannya, larutan yang mengandung saliva encer berasal dari air kumur dalam tubuh yang mempunyai suhu normal sekitar 370C. Jadi enzim bekerja optimal pada suhu tersebut. Setelah pemanasan berlangsung, campuran ini ditambahkan Iodine dalam larutan KI. Penambahan Iodine dalam KI ini bertujuan untuk menganalisis amilum yang terkandung dalam campuran buffer, saliva encer, serta amilum. Pada penetesan KI kedalam larutan yang memiliki pH 5, larutan berubah warna menjadi biru kehitaman. Hal ini menunjukkan bahwa, pada larutan yang memiliki pH 5, amilum belum terhidrolisa secara sempurna dan enzimnya tidak bekerja optimal. Selain itu, Pada kondisi ini kerja enzim lambat dan kurang optimal atau sempurna. Muatan asam amino bergantung pada pH, karena enzim merupakan suatu protein, maka muatan enzim yang ditentukan oleh stuktur ruang ikatan suatu substrat pada enzim dapat dipengaruhi struktur ruang enzim yaitu di sekitar pusat aktif. Pada pH 5 kerja enzim akan lambat karena dengan kadar asam meningkat ( pH semakin kecil ) maka gugus yang bermuatan negatif pada enzim amilase menjadi terprotonisasi dan dapat menetralkan muatan negatif. Sedangkan pada kondisi larutan dengan pH 7 atau netral, larutan saliva dan amilum yang berada pada 370C diteteskan KI, larutan menghasilkan warna kuning serupa dengan warna KI itu sendiri. Hal ini menandakan bahwa amilum sudah terhidrolisis secara sempurna dan enzimnya bekerja secara optimal. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada pH netral, enzim dapat bekerja optimal.
Selain itu, aktivitas enzim tergantung pada pH lingkungan. Suatu enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif, atau bermuatan ganda atau sering disebut zwitter ion. Karena protein (enzim) polipeptidanya mengandung kelompok-kelompok yang bisa mengion sampai kesatu tingkat yang terkandung pada pH yang ada. Enzim mempunyai titik isoelektrik yang bermuatan bebas bersihnya adalah nol pada pH titik isoelektriknya. Sebagai patokan berada pada saat pH pada waktu aktivasi maksimal.
Pada pH asam memberikan ion H+ sehingga terjadi peningkatan proton pada asam amino enzim, amilase akan terprotonisasi dan tidak akan bekerja dengan baik bila dibandingkan dengan pH netral, karena enzim bekerja dengan baik saat muatan bebas nol. Sebaliknya bila enzim bekerja pada suasana basa maka akan memberikan OH-. Sehingga akan bermuatan negatif dan enzim juga tidak akan bekerja dengan baik. Bahkan pada umumnya enzim bila pada pH di atas 10 akan terdenaturasi. Denaturasi adalah hilangnya sifat-sifat struktur lebih tinggi oleh terkacaunya ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder lain yang mengutuhkan molekul itu.
(Fessenden, 1986)
Hubungan antara aktivitas enzim dan pH dapat digambarkan sebagai berikut:
Suatu enzim dapat bekerja pada suasana pH netral, sedangkan apabila enzim bekerja pada suasana asam ataupun basa maka enzim tersebut akan terdenaturasi karena enzim tidak  dapat bekerja dengan substratnya dengan baik.

5.3. Pengaruh Ion Logam terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Ion logam dalam percobaan ini berperan sebagai inhibitor. Mekanisme enzim dalam suatu reaksi ialah melalui pembentukan kompleks enzim-substrat (ES). Oleh karena itu hambatan atau inhibisi pada suatu reaksi yang menggunakan enzim sebagai katalis dapat terjadi bila penggabungan substrat dan bagian aktif enzim mengalami hambatan. Molekul atau ion yang dapat menghambat reaksi atau aktivitas enzim tersebut dinamakan inhibitor. Enzim merupakan suatu protein yang bila diberi ion logam dapat bereaksi dengan sebagian protein yang dapat mengalami koagulasi sehingga jika suatu enzim (protein) diberi ion logam berat maka enzim akan mengalami perubahan struktur, konformasi serta posisinya sehingga aktivasi enzimnya akan berkurang.
(Poedjiadi, 1994) 
Dalam percobaan ini, logam berat yang digunakan adalah Cu(NO3)2 dimana terdapat ion logam Cu di dalamnya dan juga larutan Pb(NO3)2 dan HgCl2. Pada umumnya ion logam berat itu dapat menghambat kerja enzim dengan bereaksi dengan enzim membentuk garam. Reaksi yang terjadi pada umumnya :
Enzim – Substrat – H + Cu (substrat – H)2 + H+
Pada percobaan ini warna larutan setelah dipanaskan 370 C lalu diteteskan pada larutan KI, yang mengandung ion logam, juga agak gelap. Hal itu menunjukkan bahwa ion logam dapat menghambat kerja enzim yaitu berfungsi sebagai inhibitor. Inhibitor disini dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu:
a. Inhibitor kompetitif (bersaing)
Inhibitor ini umumnya disebabkan karena adanya molekul yang mirip substrat, yang dapat pula membentuk kompleks yaitu kompleks enzim inhibitor (EI). Pembentukan kompleks EI ini sama dengan pembentukan kompleks enzim substrat (ES) yaitu melalui penggabungan inhibitor dengan enzim pada bagian aktivitas enzim. Dengan demikian terjadi persaingan antara inhibitor dengan substrat terhadap bagian aktif enzim melalui reaksi sebagai berikut :
Inhibitor bersaing menghalangi terbentuknya kompleks ES dengan cara membentuk kompleks EI, dan pada kompleks EI ini tidak dapat membentuk hasil reaksi (P). Perbandingannya adalah :

Dengan demikian adanya inhibitor bersaing ini dapat mengurangi peluang terbentuknya kompleks ES yang dalam hal ini menyebabkan berkurangnya kecepatan reaksi. Dalam hal ini ion logam Pb merupakan inhibitor kompetitif. Dengan adanya inhibitor maka memperkecil harga v maksimum dan harga Km tidak berubah. Reaksi enzim –sH dengan ion logam dapat dituliskan sebagai berikut :
Dengan cara berikatan dengan ion logam berat, maka gugus –sH tidak lagi mempunyai aktivitas katalitik bagi enzim tersebut. Beberapa enzim ada yang membutuhkan ion logam sebagai aktivitas dan ada pula yang mengalami hambatan tidak bersaing dengan ion yang mengikat aktivator tersebut.

b. Inhibitor tak bersaing 
Inhibitor tak bersaing ini tidak dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi substrat. Dalam hal ini inhibitor dapat bergabung dengan enzim pada suatu bagian enzim di luar bagian aktif. Penggabungan antara inhibitor dengan enzim ini terjadi pada enzim bebas atau pada enzim yang telah mengikat substrat yaitu kompleks enzim substrat.
Penggabungan inhibitor dengan enzim bebas menghasilkan kompleks EI. Sedangkan penggabungan dengan kompleks ES menghasilkan kompleks ESI. Baik kompleks EI maupun ESI bersifat inaktif yaitu tidak dapat menghasilkan produk. Hal ini terjadi karena masih ada sisi aktif yang kosong.
( Poedjiadi, 1994)
Pada percobaan dengan menggunakan ion logam yaitu Pb(NO3)2, setelah larutan saliva encer ditambah dengan larutan amilum dan ditetesi larutan Iod dalam KI, maka warna berubah menjadi biru dongker yang seharusnya berwarna coklat. Hal ini dikarenakan karena kurangnya ketelitian dalam mencampurkan larutan yang mempengaruhi perubahan warna identifikasi tersebut. Penyimpangan juga terjadi dikarenakan selain dapat mendenaturasi, ion logam juga dapat menginhibisi yang akan mengakibatkan sisi aktif enzim berikatan dengan inhibitor bukan denagn substrat. Tetapi pada inhibisi ini enzim masih dapat bekerja. Dengan demikian adanya inhibitor bersaing ini dapat mengurangi peluang terbentuknya kompleks ES, dalam hal ini ion logam Pb yang merupakan inhibitor kompetitif.
Amilum dapat dipecahkan atau diuraikan oleh enzim amilaseuntuk membentuk produk ysitu maltosa. Dimana enzim amilase tidak berikatan dengan ion logam, Pb berperan sebagai aktivator. Sedangkan pada Cu dan Hg berwarna biru dongker. Warna biru dongker berasal dari Iodin yang digunakan sebagai identifikasi adanya amilum, hal ini menandakan bahwa enzim amilase berikatan dengan Cu dan Hg dan berperan sebagai inhibitor. Lawan dari inhibitor adalah aktivator, contoh aktivator logam adalah K+, Mn+, Mg2+, Zn2+. Jadi, tidak semua ion logam bersifat inhibitor. 

VI. Kesimpulan Dan Saran
6.1. Kesimpulan
  • 6.1.1. Katalis merupakan zat yang mengambil bagian dalam reaksi kimia dan mempercepatnya, namun katalis tidak mengalami perubahan kimia yang permanen.
  • 6.1.2. Katalis mempercepat laju reaksi dengan meningkatnya faktor atau dengan menunjukkan energi aktivasi dengan memberikan kompleks kereaktifan baru dengan energi potensian yang lebih rendah.
  • 6.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim :
a. temperatur
b. pH
c. Ion logam (inhibitor)

6.2. Saran
6.2.1. Praktikan harus melakukan percobaan sesuai dengan prosedur dalam cara kerja.
6.2.2 Praktikan harus mengukur suhu yang tepat saat dilakukan pemanasan.

VII. Daftar Pustaka

Basri, S.,1996, Kamus Kimia, Rineka Cipta, Jakarta.
Fessenden, R., 1986, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta. 
Keenan,C., 1984, Ilmu Kimia untuk Universitas, The University of Tennese Knoxvill, Erlangga, Jakarta.
Mayes, P.A., 1992, Biokimia Harper, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. 
Miller,1993, Chemistry A Basic Introduction 4th edition, Wadsorth Publishing Company, California.
Mulyono,2005, Kamus Kimia, Ganesa Silatama, Bandung.
Murray, R.K., 1997, Biokimia Harper, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Murray, R.K, 2001, Biokimia Harper, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Petrucci, R., 1997, Kimia Dasar, Erlangga, Jakarta.
Poedjiadi, A., 1994, Dasar-Dasar Biokimia, UI Press, Jakarta.
Pringgodigdo,A.G., 1973, Ensiklopedia Umum, Yayasan Para Buku Franklin, Jakarta.
Shahib, M.N., 1992, Seluk Beluk Biokimia dan Penerapan Enzim, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung.
Underwood,1994, Analisa Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.
Winarno,F.G., 1986, Analisa Bahan Pangan, UI Press, Jakarta.


Link Download
Tag : Praktikum
0 Komentar untuk "PERCOBAAN VII REAKSI KIMIA III : KATALIS ENZIMATIS (KIMIA DASAR II)"

Back To Top