ANALISIS KUANTITATIF
BERDASARKAN WARNA LARUTAN : KOLORIMETRI
I.
TUJUAN
1.1
Mampu membandingkan konsentrasi larutan berdasarkan
kepekatan warnanya.
1.2
Mampu menentukan konsentrasi larutan FeSCN2+.
1.3
Mampu menentukan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan
FeSCN2+.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Ilmu
Kimia
Ilmu kimia
adalah ilmu yang mempelajari komposisi, struktur, perubahan, dan energi yang
terlibat dalam perubahan tersebut. Bila suatu zat atau beberapa dibiarkan atau
dicampurkan maka dapat terjadi perubahan yang disebut dengan reaksi kimia.
Persoalan yang timbul adalah bagaimana menentukan jumlah zat yang mengalami
perubahan tersebut. Jumlah zat dapat langsung ditimbang bila zat awal adalah
padat atau cair dan zat hasil perubahan adalah gas. Jumlah zat juga dapat ditentukan melalui tekanan dan
warna. Untuk menentukan jumlah zat melalui tekanan adalah dengan persamaan :
PV = nRT
Dengan :
P = tekanan
V = volume
N = mol zat terlarut
R = tetapan
gas ideal
T = temperatur
Cara lain untuk menentukan jumlah zat adalah dengan metode kolorimetri.
Kolorimetri atau pengukuran jumlah zat dari warnanya adalah salah satu metode
analisa kimia yang didapatkan pada perbandingan intensitas warna suatu larutan
dengan warna larutan standar. Metode analisa ini
merupakan bagian dari analisa kimia fotometri.
(Damin,
1997)
2.2
Kolorimetri
Kolorimetri adalah suatu metode analisa kimia yang
didasarkan pada perbandingan intensitas warna suatu larutan dengan warna
larutan standar. Metode analisa ini adalah bagian dari analisa fotometri.
Pengukuran zat dan warnanya yaitu dengan melewatkan sinar melalui pelarutnya.
Pengamatan dilakukan dengan memakai mata kita yang disebut fotosel. Cahaya masuk dari sebelah kiri.
Jika sinar,
baik monokromatis maupun polikromatis, mengenai suatu media, maka intensitasnya
akan berkurang. Berkurangnya intensitas sinar terjadi karena adanya serapan
media tersebut dan sebagian kecil dipantulkan atau dihamburkan.
I0 = Ia + If + Ir
Keterangan :
I0
= intensitas mula-mula
Ia
= sinar yang diserap
If
= sinar yang diteruskan
Ir
= sinar yang dipantulkan
(Underwood, 1998)
Analisis
fotometrik dibagi menjadi empat metode :
a.
Analisa kolorimetri, apabila intensitas sinar yang diukur
adalah sinar tampak.
b.
Analisa turbudimetri, apabila intensitas sinar yang
diukur adalah sinar terusan.
c.
Analisa nefelometri, apabila intensitas sinar yang diukur
adalah sinar hambur koloid.
d.
Analisa fluometri, apabila intensitas sinar yang
digunakan adalah sinar UV, maka mengalami fluorensi.
(Damin, 1997)
1.1
Hukum
Bougrer Lambert
Apabila sinar monokromatis melalui media yang transparan, maka berkurangnya
intensitas sebanding dengan bertambahnya tebal media yang dilewati.
DI = K.I.di
Dengan :
I = Intensitas sinar mula-mula
K = koefisien senapan
T = tebal media
yang ditembus
(Khopkar,
1990)
1.2
Hukum
Beer
Menyelidiki suau
hubungan antara intensitas serapan dan konsentrasi media berupa larutan pada
tebak media tetap degan persamaan :
Log (Po/P )= Σ bc = A
Keterangan :
A = absorbansi
B = tebal media
c =
konsentrasi materi
Σ = absorbansi
edar
Syarat –
syarat untuk penggunaan hukum Beer adalah :
a)
Syarat konsentrasi
Konsentrasi
harus rendah karena hukum Beer baik pada larutan yang encer.
b) Syarat kimia
Zat yang diukur harus stabil.
c) Syarat cahaya
Cahaya yang digunakan harus yang monokromatik.
d) Syarat kejernihan
Larutan yang akan diukur harus jernih.
(Khopkar,
1990)
1.3
Hukum
Lambert – Beer
Hubungan antara
jumlah zat / cahaya yang diserap olah larutan disebut absorban (Æ’) dengan
jumlah zat – zat c dapat dinyatakan
dengan :
A = abc
Keterangan :
a = tetapan
semua jenis zat
b
= tebal atau tinggi larutan yang dilalui sinar
Dua jenis larutan dari zat yang sama dengan
absorbannya akan tampak secara visual dengan kepekatan warna yang sama,
dirumuskan :
(Brady, 1984)
1.1
Senyawa
Kompleks
Keistimewaan
yang khas dari atom-atom logam transisi grup d adalah kemampuannya untuk
membentuk senyawa kompleks. Pembentukan ini dengan berbagai molekul netral,
fosfin tersubtitusi, aisin dan stibin, karbon monoksida, isosianida, nitrat
oksida dan berbagai jenis molekul dengan orbital π yang terdelokalisasi,
seperti piridin, 2.2 hipiridin dan 1,10 fenantrolin. Dalam banyak kompleks ini, atom logam berada dalam
oksidasi formal yang positif rendah, nol atau bahkan negatif. Ini adalah
kekhasan ligan-ligan yang dapat menstabilkan keadaan oksidasi yang rendah.
(Cotton,
1989)
1.2
Metode
Kolorimetri
Metode kolorimetri merupakan metode spektroskopi sinar tampak, berdasarkan
panjang sinar tampak oleh suatu larutan berwarna, hanya senyawa berwarna yang
dapat ditentukan dengan metode ini. Senyawa tak berwarna dapat dibuat berwarna
dengan pereaksi yang menghasilkan senyawa berwarnya, misalnya ion Fe3+
dan SCN- menghasilkan larutan berwarna merah. Lazimnya, kolorimetri
dilakukan dengan membandingkan larutan standar dengan cuplikan yang dibuat pada
keadaan yang sama dengan menggunakan tabung Messler atau kolorimetri Dubuscog.
Dengan kolorimetri elektronik, jumlah cahaya yang diserap berbanding lurus
dengan konsentrasi larutan. Metode ini sering digunakan untuk menentukan konsentrasi
besi di dalam air minum.
(Damin,
1997)
1.3
Metode
Kolorimetri
2.8.1 Metode Deret Standar (Tabung
Messier)
Digunakan untuk penampung larutan berwarna dengan jumlah volume tertentu.
Kemudian dibandingkan dengan larutan standar yang dibuat dari komponen yang
sama dengan yang dianalisis tetapi konsentrasinya telah diketahui. Pengukuran
Messier bekerja berdasarkan prinsip perbandingan warna.
2.8.2 Metode Pengenceran (Metode Silinder Hehner)
Larutan
sampel dan larutan standar dengan konsentrasi Cx dan Cy
ditempelkan pada tabung kaca dengan ukuran yang sama. Larutan yang lebih pekat
diencerkan sampai warnanya memiliki intensitas yang sama dengan yang lebih
encer. Untuk memperoleh kesamaan intensitas tinggi larutan akan dihitung by(b2) dapat
divariasikan sedemikian rupa sehingga :
2.8.3 Metode Kesetimbangan
(Kolorimetri Duboscq)
Pada metode ini, Cxby dijaga agar tetap dan konsentrasi larutan yang diukur
adalah Cy, panjang jalan
yang ditempuh sinar divariasikan hingga intensitas warna pada kedua tabung
sama.
(Sumardjo, 1997)
1.1
Kolorimetri Visual
Pada
kolorimetri, suatu duplikasi warna dilakukan dengan larutan yang mengandung
sejumlah zat yang sama pada kolom dengan acameter penampang yang sama serta
tegak lurus dengan arah sinar. Biasanya
zat-zat yang bisa menimbulkan warna ialah ion-ion kompleks, dimana warna
tersebut timbul karena adanya elektron-elektron yang tidak berpasangan.
Konsentrasi larutan berwarna dapat diperkirakan secara visual dengan
membandingkan cuplikan dengan sederet larutan yang diketahui konsentrasinya
yang disebut larutan standar. Cara menentukan konsentrasinya antara lain dengan
menggunakan kolorimetri visual dubuscq dengan mengukur kepekatan melaui mata.
Pada alat ini ditemui dua tabung yang dapat dinaikkan dan diturunkan. Jumlah
zat pada suatu sampel dapat ditentukan dengan “Hukum Leimber Beer”, dimana
salah satu larutan telah diketahui konsentrasinya untuk kedua larutan tersebut,
maka :
A1 =
a.b1.c1
A2 =
a.b2.c2
Keterangan :
a = tetapan jenis zat
b = tebal larutan yang disinar
c = konsentrasi zat
Bila kedua larutan tersebut memiliki kepekatan yang
sama maka :
(Khopkar,
1990)
1.1
Spektrofometri
Spektrofometri
dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dari visual suatu studi lebih
mngenai penyerapan energy cahaya oleh spesies kimia yang memungkinkan
kecermatan yang lebih besar dalam perincian dan pengukuran kuantitatif. Dengan
menggunakan mata manusia dan dengan depektor. Depektor lain dimungkinkan study
adsorbs (serapan) di luar daerah spektrum tampak dan sering kali eksperimen
spektrometri dilakukan secara autometik.
(Underwood,
1983)
1.2
Faktor yang Mempengaruhi Kolorimetri
Pemakaian indikator tidak mempengaruhi pH kolorimetri, karena umumnya
indikator adalah asam atau basa yang sangat lemah. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah pemakaian indikator yang tidak cocok dengan pH larutan.
Dengan adanya protein dan asam amino, karena bersifat amfoter sehingga dapat
bereaksi dengan indikator asam maupun basa.
(Sukardjo,
1986)
1.3
Komposisi dan Kompleks Berwarna
Komposisi dan kompleks berwarna dapat ditentukan
dengan spektrofometri. Metode yang biasa digunakan adalah metode perbandingan
Molle Job. Pada perbandingan mol adsorbansinya diukur pada deret larutan yang
bervariasi konsentrasi salah satu konstituen baik logamnya maupun reagennya,
sedangkan jumlah zat lain tetap. Pada metode job variasi kontinyu sederet
larutan dengan berbagai fraksi mol logam atau pereaksi
dimana jumlah antara keduanya tetap. Semua metode ini memiliki keterbatasan dan tidak dapat digunakan untuk menentukan komposisi spesies berwarna. Aplikasi lain untuk spektrofometri adalah menentukan pH larutan dengan persamaan :
(Khopkar, 1991)
1.1
Tetapan Kesetimbangan
Tetapan kesetimbangan adalah suatu reaksi untuk mendapatkan
tetapan derajat lengkap. Reaksi itu berjalan pada seperangkat kondisi-kondisi
yang diberikan konsentrasi keseimbangan menunjukkan kecenderungan intrinsik
atom-atom berada pada molekul pereaksi atau hasil reaksi.
Untuk mendapat reaksi umum dalam air :
(Underwood,1996)
2.14 Faktor
– faktor Kesetimbangan
2.14.1
Luas Permukaan Bidang Sentuh
Pada
reaksi kimia terjadi tumbukan antar partikel atom unsur atau antar partikel
molekul-molekul senyawa. Jika ada tumbukan terjadi maka ada bidang sentuh yang
beraksi. Luas permukaan sentuh makin besar maka makin besar pula
kesetimbangannya.
(Keenan, 1990)
2.14.2
Konsentrasi Pereaksi
Konsentrasi
yang ,besar akan meningkatkan frekuensi tumbukan antar molekul karena molaritas
semakin pekat. Semakin besar konsentrasi, kesetimbangan makin besar.
(Keenan,1990)
2.14.3
Katalis
Katalis
merupakan zat yang dapat mempercepat kesetimbangan tetapi zat itu tidak
mengalami perubahan yang tepat. Makin tinggi nilai aktifasi, makin kecil fraksi
molnya. Dengan demikian, kesetimbangan pun makin lambat.
(Petrucci, 1985)
2.14.4
Suhu
Kesetimbangan
dapat juga dipercepat dengan mengubah suhunya. Reaksi akan berlangsung cepat
jika suhunya lebih tinggi dan oleh sebab itu tumbukan yang terjadi akan lebih
sering.
(Petrucci, 1985)
2.15 Analisa Bahan
2.15.1
Fe(NO3)3
Berbentuk kristal, berwarna ungu tua sampai putih
keabu-abuan, titik didih 47OC, dipakai untuk reagen dalam kimia
analisa.
(Budaveri, 1989)
2.15.2
KSCN
Berupa kristal berwarna, titik lebur 172OC,
lembaran garamnya secara bergilir dari coklat, hijau, biru lalu kembali putih
dalam keadaan pendinginan. Digunakan dalam percetakan dan
pencucian tekstil, menyebabkan iritasi bagi kulit.
(Parker,1993)
2.15.3
Na2HPO4
Berupa bubuk higroskopis dalam udara terbuka, mampu menyerap
2-7 mol H2O, bergantung pada kelembaban suhu, kelarutan lebih besar
di air panas, dalam bentuk kristal, stabil di udara, larutan bersifat alkali
dengan pH ± 9,8.
(Budaveri, 1989)
2.15.4
Aquades (H2O)
Tidak berwarna, pH netral = 7, jernih, titik didih 100OC,
titik beku 0OC, pelarut universal.
(Budaveri, 1989)
I.
METODE
PERCOBAAN
1.1 Alat
1. Gelas kimia
2. Tabung reaksi
3. Gelas ukur
4. Pipet tetes
5. Labu ukur
6. Corong
1.2 Bahan
1. Fe(NO3)3
2. KSCN
3. Aquades (H2O)
Gambar Alat
13.4 Skema Kerja
3.4.1 Reaksi- reaksi pendahuluan3.4.2 Penentuan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan FeSCN2+
I.
DATA PENGAMATAN
1.1 Reaksi – reaksi Pendahuluan
Tabung
Reaksi
|
Perlakuan
|
Hasil
|
1
|
10 mL KSCN
0,002 M + 3mL lar Fe(NO3)3 0,2 M
|
Warna larutan
merah pekat.
|
2
|
10 mL KSCN 0,002 M +3 mL lar Fe(NO3)3 0,2 M + 1 tetes KSCN pekat
|
Waran larutan merah pekat, sedikit lebih encer dari tabung reaksi sebelumnya.
|
3
|
10 mL KSCN
0,002 M + 3mL lar Fe(NO3)3 0,2 M + 3 tetes Fe(NO3)3 0,2 M
|
Warna larutan merah pekat, lebih encer.
|
4
|
10 mL KSCN
0,002 M + 3mL lar Fe(NO3)3 0,2 M + 1 butir Na2HPO4
|
Warna larutan kuning, encer dan terdapat endapan putih.
|
1.2 Penentuan Tetapan Kesetimbangan Reaksi Pembentukan
FeSCN2+
Tabung
Reaksi
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1
|
4 mL KSCN
0,002 M + 5 mL Fe(NO3)3 0,2 M
|
Warna larutan
kuning.
|
2
|
4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan dari pengenceran (10 mL Fe(NO3)3
0,2 M ) + aquades hingga 25 mL pembanding dengan kalorimetri duboscq ).
|
Warna larutan merah tua, encer.
|
3
|
4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan hasil pengenceran ( 10 mL pengenceran 2
+ aquades hingga 25 mL pembanding dengan kalorimetri duboscq ).
|
Warna larutan merah tua, sedikit lebih pekat dari tabung reaksi
sebelumnya.
|
4
|
4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan hasil pengenceran ( 10 mL pengenceran 3
+ aquades hingga 25 mL pembanding dengan kalorimetri duboscq ).
|
Warna larutan merah tua, lebih pekat.
|
5
|
4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan hasil pengenceran ( 10 mL pengenceran 4
+ aquades hingga 25 mL pembanding dengan kalorimetri duboscq ).
|
Warna larutan merah tua dan semakin pekat.
|
II.
PEMBAHASAN
2.1 Reaksi – reaksi Pendahuluan
Percobaan ini
bertujuan untuk membandingkan konsentrasi larutan berdasarkan kepekatan warna
yang dilakukan dengan menggunakan campuran bahan uji 10 mL KSCN 0.002 M dan 3
mL Fe(NO3)3 0,2 M.
Larutan dibagi ke dalam 4 tabung reaksi. Tabung reaksi I digunakan sebagai
pembanding, tampak warna merah pekat. Reksi :
KSCN + Fe(NO3)3 -> 3KNO3 +
Fe(SCN)2+ + 2SCN-
Warna merah adalah warna ion Fe(SCN)2+. Tabung reaksi I
digunakan sebagai pembanding. Untuk tabung reaksi yang lain karena pada
percobaan ini menggunakan metode deret standar yang mana larutan yang akan
dianalisa dibandingkan warnanya dengan suatu larutan standar yang volume
larutannya sama.
(Fatih,
2008)
Pada
tabung reaksi II ditambahkan 1 tetes KSCN pekat, warna larutan tetap merah
pekat namun lebih encer. Hal ini disebabkan penambahan volume larutan yang mengakibatkan
konsentrasi berubah dan mempengaruhi kepekatan, sesuai dengan persamaan :
V1
. N1 = V2 . N2
Keterangan
:
V1 = volume larutan standar
V2 = volume larutan sesudah
N1 =
normalitas asli
N2 = normalitas yang diubah
(Brady, 1990)
Begitu juga pada tabung reaksi III yang ditambahkan 3
tetes Fe(NO3)3 0,2 M warna larutan tetap merah tua namun
kepekatanya bertambah.
Sedangkan
pada tabung reaksi IV yang ditambahkan sebongkah Na2HPO4
menunjukan warna larutan menjadi kuning dan sangat encer. Selain itu, muncul
endapan berwarna putih yang merupakan Na. Reaksi :
Fe(NO3)3 + 3KSCN + Na2HPO4 -> 3KNO3 +
Fe(SCN)2+ + 2SCN- + HPO42+ + 2Na
2.2 Penentuan Tetapan
Kesetimbangan Reaksi Pembentukan (FeSCN)2+
Percobaan ini diawali dengan menyediakan 7 labu ukur ukuran 10 mL. Kemudian masing – masing diisi dengan 5 mL larutan Fe(NO3)3
0,2 M.
Untuk labu ukur pertama, larutan berwarna kuning dan digunakan sebagai
larutan pembanding. Konsentrasi
ion Fe3+ dapat dihitung :
Fe(NO3)3 -> Fe3+ +
3NO3-
Mol = M . V
Keterangan :
M =
konsentrasi larutan
V =
volume larutan
Karena dalam hal ini volume larutan adalah 1 atau konstan sehingga mol ~M. Mol sendiri
berbanding lurus terhadap koefisien persamaan reaksi, maka :
Perbandingan
koefisien ~ perbandingan mol ~ perbandingan M
(Chang, 1994)
Fe(NO3)3 -> Fe3+ +
3NO3-
0,2 M ~ 0,2 M
Sehingga diperoleh konsentrasi ion Fe3+
sebesar 0,2 M. Setelah ditambahkan air hingga 10 mL, konsentrasi ion Fe3+
tersebut akan berubah menjadi :
Pada tabung reaksi ditambahkan 1 mL larutan KSCN 0,002 M,
warna yang dihasilkan adalah merah tua dan encer. Pada tabung reaksi sebelumnya
(tabung reaksi I), larutan ditambahkan aquades hingga batas labu ukur 10 mL dan
dilakukan penggojongan yang bertujuan agar larutan menjadi homogen. Reaksi :
Fe(NO3)3
+ 3KSCN -> 3KNO3 +
Fe(SCN)2+ + 2SCN-
Konsentrasi
ion Fe3+ :
Pada tabung reaksi IV ditambahkan masing – masing 3; 4
dan 5 mL larutan KSCN 0,002. Perubahan yang terjadi secara berurutan adalah
warna pada tabung reaksi IV menjadi merah pekat. Pada tabung reaksi V, larutan
berwarna makin pekat dan pada tabung reaksi VI warna larutan paling pekat. Hali
ini juga menunjukan bahwa konsentrasi (FeSCN)2+ pada masing – masing
tabung reaksi berubah, seperti pembuktian pada tabung reaksi II dan III.
Seangkan pada tabung reaksi ke VII yang mana penambahan larutan KSCN belum
diketahui, diperoleh warna larutan yang sama dengan tabung reaksi IV yang
ditambahkan 3 mL larutan KSCN 0,002 M.
I.
KESIMPULAN
1.1 Pembandingan
konsentrasi larutan dilakukan dengan pengamatan sesuai dengan kepekatan
warnanya.
1.2 Konsentrasi larutan
FeSCN2+ dapat ditentukan dengan metode kolorimetri.
1.3 Menentukan tetapan
kesetimbangan reaksi pembentukan FeSCN2+.
DAFTAR PUSTAKA
Brady, James E.
1990. General Chemistry Principle and
Structure. United States : Wiley.
Budaveri, Susan. 1989. The Merck
Index Second Edition. USA : The Merck Index
Co.
Chang, Raymond. 1994. Chemistry Fifth Edition.
USA : Mc Grawhill.
Cotton, Albert
F. 1989. Kimia Organik Dasar. Jakarta
: UI Press.
Fatih, Ahmad. 2008. Kamus Kimia.
Jakarta : Panji Pustaka.
Keenan, Wood. 1990. Kimia Universitas.
Jakarta : Erlangga.
Khopkar, S.M, terjemahan oleh Saptoraharjo, a., 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
Sukardjo. 1985. Kimia Anorganik.
Yogyakarta : Bina Aksara.
Sumarjo, Damin. 1997, 1998. Petunjuk
Praktikum Kimia Dasar. Semarang : UNDIP Press.
Parker, Sybil P. 1993. Encyclopedia
of Chemistry. Mc. Graw Hill : USA.
Petrucci,
Ralph H. 1985. General Chemistry.
Jakarta : Erlangga.
Underwood, A L. 1998. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Ke-6. Jakarta : Erlangga.
Jika bermanfaat silahkan tinggalkan komentar positif
Download
Tag :
Praktikum
0 Komentar untuk "PERCOBAAN V ANALISIS KUANTITATIF BERDASARKAN WARNA LARUTAN : KOLORIMETRI (Kimia Dasar I)"