PERCOBAAN V ANALISIS KUANTITATIF BERDASARKAN WARNA LARUTAN : KOLORIMETRI (Kimia Dasar I)


PERCOBAAN V
ANALISIS KUANTITATIF BERDASARKAN WARNA LARUTAN : KOLORIMETRI

I.            TUJUAN
1.1           Mampu membandingkan konsentrasi larutan berdasarkan kepekatan warnanya.
1.2           Mampu menentukan konsentrasi larutan FeSCN2+.
1.3           Mampu menentukan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan FeSCN2+.

II.            TINJAUAN PUSTAKA
2.1              Ilmu Kimia
Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari komposisi, struktur, perubahan, dan energi yang terlibat dalam perubahan tersebut. Bila suatu zat atau beberapa dibiarkan atau dicampurkan maka dapat terjadi perubahan yang disebut dengan reaksi kimia. Persoalan yang timbul adalah bagaimana menentukan jumlah zat yang mengalami perubahan tersebut. Jumlah zat dapat langsung ditimbang bila zat awal adalah padat atau cair dan zat hasil perubahan adalah gas. Jumlah zat juga dapat ditentukan melalui tekanan dan warna. Untuk menentukan jumlah zat melalui tekanan adalah dengan persamaan :
PV = nRT
Dengan :


P = tekanan
V = volume
N = mol zat terlarut
R = tetapan gas ideal
T = temperatur


Cara lain untuk menentukan jumlah zat adalah dengan metode kolorimetri. Kolorimetri atau pengukuran jumlah zat dari warnanya adalah salah satu metode analisa kimia yang didapatkan pada perbandingan intensitas warna suatu larutan dengan warna larutan standar. Metode analisa ini merupakan bagian dari analisa kimia fotometri.
(Damin, 1997)

2.2              Kolorimetri
Kolorimetri adalah suatu metode analisa kimia yang didasarkan pada perbandingan intensitas warna suatu larutan dengan warna larutan standar. Metode analisa ini adalah bagian dari analisa fotometri. Pengukuran zat dan warnanya yaitu dengan melewatkan sinar melalui pelarutnya. Pengamatan dilakukan dengan memakai mata kita yang disebut fotosel. 
Cahaya masuk dari sebelah kiri.
Jika sinar, baik monokromatis maupun polikromatis, mengenai suatu media, maka intensitasnya akan berkurang. Berkurangnya intensitas sinar terjadi karena adanya serapan media tersebut dan sebagian kecil dipantulkan atau dihamburkan.
I0 = Ia + If + Ir
Keterangan :


I0 = intensitas mula-mula
Ia = sinar yang diserap

If = sinar yang diteruskan
Ir = sinar yang dipantulkan


(Underwood, 1998)
Analisis fotometrik dibagi menjadi empat metode :
a.         Analisa kolorimetri, apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar tampak.
b.        Analisa turbudimetri, apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar terusan.
c.         Analisa nefelometri, apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar hambur koloid.
d.        Analisa fluometri, apabila intensitas sinar yang digunakan adalah sinar UV, maka mengalami fluorensi.
(Damin, 1997)

1.1              Hukum Bougrer Lambert
Apabila sinar monokromatis melalui media yang transparan, maka berkurangnya intensitas sebanding dengan bertambahnya tebal media yang dilewati.
DI = K.I.di
Dengan :
I = Intensitas sinar mula-mula
K = koefisien senapan
T = tebal media yang ditembus
(Khopkar, 1990)
1.2              Hukum Beer
Menyelidiki suau hubungan antara intensitas serapan dan konsentrasi media berupa larutan pada tebak media tetap degan persamaan :
Log (Po/P )= Σ bc = A
Keterangan :


A = absorbansi
B = tebal media
c = konsentrasi materi
Σ = absorbansi edar


Syarat – syarat untuk penggunaan hukum Beer adalah :
a)      Syarat konsentrasi
      Konsentrasi harus rendah karena hukum Beer baik pada larutan yang encer.
b)      Syarat kimia
      Zat yang diukur harus stabil.
c)      Syarat cahaya
Cahaya yang digunakan harus yang monokromatik.
d)     Syarat kejernihan
Larutan yang akan diukur harus jernih.
(Khopkar, 1990)
1.3              Hukum Lambert – Beer
Hubungan antara jumlah zat / cahaya yang diserap olah larutan disebut absorban (Æ’) dengan jumlah zat – zat c dapat dinyatakan dengan :
A = abc
Keterangan :
a = tetapan semua jenis zat
b = tebal atau tinggi larutan yang dilalui sinar
Dua jenis larutan dari zat yang sama dengan absorbannya akan tampak secara visual dengan kepekatan warna yang sama, dirumuskan :
(Brady, 1984)
1.1              Senyawa Kompleks
Keistimewaan yang khas dari atom-atom logam transisi grup d adalah kemampuannya untuk membentuk senyawa kompleks. Pembentukan ini dengan berbagai molekul netral, fosfin tersubtitusi, aisin dan stibin, karbon monoksida, isosianida, nitrat oksida dan berbagai jenis molekul dengan orbital π yang terdelokalisasi, seperti piridin, 2.2 hipiridin dan 1,10 fenantrolin. Dalam banyak kompleks ini, atom logam berada dalam oksidasi formal yang positif rendah, nol atau bahkan negatif. Ini adalah kekhasan ligan-ligan yang dapat menstabilkan keadaan oksidasi yang rendah.
(Cotton, 1989)
1.2              Metode Kolorimetri
Metode kolorimetri merupakan metode spektroskopi sinar tampak, berdasarkan panjang sinar tampak oleh suatu larutan berwarna, hanya senyawa berwarna yang dapat ditentukan dengan metode ini. Senyawa tak berwarna dapat dibuat berwarna dengan pereaksi yang menghasilkan senyawa berwarnya, misalnya ion Fe3+ dan SCN- menghasilkan larutan berwarna merah. Lazimnya, kolorimetri dilakukan dengan membandingkan larutan standar dengan cuplikan yang dibuat pada keadaan yang sama dengan menggunakan tabung Messler atau kolorimetri Dubuscog. Dengan kolorimetri elektronik, jumlah cahaya yang diserap berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Metode ini sering digunakan untuk menentukan konsentrasi besi di dalam air minum.
(Damin, 1997)
1.3              Metode Kolorimetri
2.8.1 Metode Deret Standar (Tabung Messier)
Digunakan untuk penampung larutan berwarna dengan jumlah volume tertentu. Kemudian dibandingkan dengan larutan standar yang dibuat dari komponen yang sama dengan yang dianalisis tetapi konsentrasinya telah diketahui. Pengukuran Messier bekerja berdasarkan prinsip perbandingan warna.
2.8.2 Metode Pengenceran (Metode Silinder Hehner)
                        Larutan sampel dan larutan standar dengan konsentrasi Cx dan Cy ditempelkan pada tabung kaca dengan ukuran yang sama. Larutan yang lebih pekat diencerkan sampai warnanya memiliki intensitas yang sama dengan yang lebih encer. Untuk memperoleh kesamaan intensitas tinggi larutan akan dihitung by(b2) dapat divariasikan sedemikian rupa sehingga :
2.8.3  Metode Kesetimbangan (Kolorimetri Duboscq)
                   Pada metode ini, Cxby dijaga agar tetap dan konsentrasi larutan yang diukur adalah Cy, panjang jalan yang ditempuh sinar divariasikan hingga intensitas warna pada kedua tabung sama.
            (Sumardjo, 1997)
1.1              Kolorimetri Visual
Pada kolorimetri, suatu duplikasi warna dilakukan dengan larutan yang mengandung sejumlah zat yang sama pada kolom dengan acameter penampang yang sama serta tegak lurus dengan arah sinar. Biasanya zat-zat yang bisa menimbulkan warna ialah ion-ion kompleks, dimana warna tersebut timbul karena adanya elektron-elektron yang tidak berpasangan. Konsentrasi larutan berwarna dapat diperkirakan secara visual dengan membandingkan cuplikan dengan sederet larutan yang diketahui konsentrasinya yang disebut larutan standar. Cara menentukan konsentrasinya antara lain dengan menggunakan kolorimetri visual dubuscq dengan mengukur kepekatan melaui mata. Pada alat ini ditemui dua tabung yang dapat dinaikkan dan diturunkan. Jumlah zat pada suatu sampel dapat ditentukan dengan “Hukum Leimber Beer”, dimana salah satu larutan telah diketahui konsentrasinya untuk kedua larutan tersebut, maka :
A1 = a.b1.c1
A2 = a.b2.c2
Keterangan :
a = tetapan jenis zat
b = tebal larutan yang disinar
c = konsentrasi zat
Bila kedua larutan tersebut memiliki kepekatan yang sama maka :
(Khopkar, 1990)
1.1               Spektrofometri
Spektrofometri dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dari visual suatu studi lebih mngenai penyerapan energy cahaya oleh spesies kimia yang memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam perincian dan pengukuran kuantitatif. Dengan menggunakan mata manusia dan dengan depektor. Depektor lain dimungkinkan study adsorbs (serapan) di luar daerah spektrum tampak dan sering kali eksperimen spektrometri dilakukan secara autometik.
(Underwood, 1983)
1.2               Faktor yang Mempengaruhi Kolorimetri
Pemakaian indikator tidak mempengaruhi pH kolorimetri, karena umumnya indikator adalah asam atau basa yang sangat lemah. Faktor lain yang mempengaruhi adalah pemakaian indikator yang tidak cocok dengan pH larutan. Dengan adanya protein dan asam amino, karena bersifat amfoter sehingga dapat bereaksi dengan indikator asam maupun basa.
(Sukardjo, 1986)
1.3               Komposisi dan Kompleks Berwarna
Komposisi dan kompleks berwarna dapat ditentukan dengan spektrofometri. Metode yang biasa digunakan adalah metode perbandingan Molle Job. Pada perbandingan mol adsorbansinya diukur pada deret larutan yang bervariasi konsentrasi salah satu konstituen baik logamnya maupun reagennya, sedangkan jumlah zat lain tetap. Pada metode job variasi kontinyu sederet larutan dengan berbagai fraksi mol logam 

atau pereaksi
dimana jumlah antara keduanya tetap. Semua metode ini memiliki keterbatasan dan tidak dapat digunakan untuk menentukan komposisi spesies berwarna. Aplikasi lain untuk spektrofometri adalah menentukan pH larutan dengan persamaan :

(Khopkar, 1991)
1.1               Tetapan Kesetimbangan
Tetapan kesetimbangan adalah suatu reaksi untuk mendapatkan tetapan derajat lengkap. Reaksi itu berjalan pada seperangkat kondisi-kondisi yang diberikan konsentrasi keseimbangan menunjukkan kecenderungan intrinsik atom-atom berada pada molekul pereaksi atau hasil reaksi.
Untuk mendapat reaksi umum dalam air :
(Underwood,1996)
2.14       Faktor – faktor Kesetimbangan
2.14.1         Luas Permukaan Bidang Sentuh
Pada reaksi kimia terjadi tumbukan antar partikel atom unsur atau antar partikel molekul-molekul senyawa. Jika ada tumbukan terjadi maka ada bidang sentuh yang beraksi. Luas permukaan sentuh makin besar maka makin besar pula kesetimbangannya.
(Keenan, 1990)
2.14.2         Konsentrasi Pereaksi
Konsentrasi yang ,besar akan meningkatkan frekuensi tumbukan antar molekul karena molaritas semakin pekat. Semakin besar konsentrasi, kesetimbangan makin besar.
(Keenan,1990)
2.14.3         Katalis
Katalis merupakan zat yang dapat mempercepat kesetimbangan tetapi zat itu tidak mengalami perubahan yang tepat. Makin tinggi nilai aktifasi, makin kecil fraksi molnya. Dengan demikian, kesetimbangan pun makin lambat.
(Petrucci, 1985)
2.14.4              Suhu
Kesetimbangan dapat juga dipercepat dengan mengubah suhunya. Reaksi akan berlangsung cepat jika suhunya lebih tinggi dan oleh sebab itu tumbukan yang terjadi akan lebih sering.
(Petrucci, 1985)
2.15        Analisa Bahan
2.15.1              Fe(NO3)3
Berbentuk kristal, berwarna ungu tua sampai putih keabu-abuan, titik didih 47OC, dipakai untuk reagen dalam kimia analisa.
(Budaveri, 1989)
2.15.2              KSCN
Berupa kristal berwarna, titik lebur 172OC, lembaran garamnya secara bergilir dari coklat, hijau, biru lalu kembali putih dalam keadaan pendinginan. Digunakan dalam percetakan dan pencucian tekstil, menyebabkan iritasi bagi kulit.
(Parker,1993)
2.15.3              Na2HPO4
Berupa bubuk higroskopis dalam udara terbuka, mampu menyerap 2-7 mol H2O, bergantung pada kelembaban suhu, kelarutan lebih besar di air panas, dalam bentuk kristal, stabil di udara, larutan bersifat alkali dengan pH ± 9,8.
(Budaveri, 1989)
2.15.4              Aquades (H2O)
Tidak berwarna, pH netral = 7, jernih, titik didih 100OC, titik beku 0OC, pelarut universal.
(Budaveri, 1989)
 I.            METODE PERCOBAAN
1.1     Alat

1.      Gelas kimia
2.      Tabung reaksi
3.      Gelas ukur
4.      Pipet tetes
5.      Labu ukur
6.      Corong

1.2     Bahan
1.      Fe(NO3)3
2.      KSCN
3.      Aquades (H2O)
 Gambar Alat
13.4  Skema Kerja
3.4.1 Reaksi- reaksi pendahuluan
3.4.2 Penentuan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan FeSCN2+

I.            DATA PENGAMATAN
1.1  Reaksi – reaksi Pendahuluan
Tabung Reaksi
Perlakuan
Hasil
1
10 mL KSCN 0,002 M + 3mL lar Fe(NO3)3 0,2 M
Warna larutan merah pekat.
2
10 mL KSCN 0,002 M +3 mL lar Fe(NO3)3 0,2 M + 1 tetes KSCN pekat
Waran larutan merah pekat, sedikit lebih encer dari tabung reaksi sebelumnya.
3
10 mL KSCN 0,002 M + 3mL lar Fe(NO3)3 0,2 M + 3 tetes Fe(NO3)3 0,2 M
Warna larutan merah pekat, lebih encer.
4
10 mL KSCN 0,002 M + 3mL lar Fe(NO3)3 0,2 M + 1 butir Na2HPO4
Warna larutan kuning, encer dan terdapat endapan putih.

1.2  Penentuan Tetapan Kesetimbangan Reaksi Pembentukan FeSCN2+
Tabung Reaksi
Perlakuan
Pengamatan
1
4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL Fe(NO3)3 0,2 M
Warna larutan kuning.
2
4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan dari pengenceran (10 mL Fe(NO3)3 0,2 M ) + aquades hingga 25 mL pembanding dengan kalorimetri duboscq ).
Warna larutan merah tua, encer.
3
4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan hasil pengenceran ( 10 mL pengenceran 2 + aquades hingga 25 mL pembanding dengan kalorimetri duboscq ).
Warna larutan merah tua, sedikit lebih pekat dari tabung reaksi sebelumnya.
4
4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan hasil pengenceran ( 10 mL pengenceran 3 + aquades hingga 25 mL pembanding dengan kalorimetri duboscq ).
Warna larutan merah tua, lebih pekat.
5
4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan hasil pengenceran ( 10 mL pengenceran 4 + aquades hingga 25 mL pembanding dengan kalorimetri duboscq ).
Warna larutan merah tua dan semakin pekat.
  
II.            PEMBAHASAN
2.1  Reaksi – reaksi Pendahuluan
Percobaan ini bertujuan untuk membandingkan konsentrasi larutan berdasarkan kepekatan warna yang dilakukan dengan menggunakan campuran bahan uji 10 mL KSCN 0.002 M dan 3 mL Fe(NO3)0,2 M.
Larutan dibagi ke dalam 4 tabung reaksi. Tabung reaksi I digunakan sebagai pembanding, tampak warna merah pekat. Reksi :
KSCN + Fe(NO3)3 -> 3KNO3 + Fe(SCN)2+ + 2SCN-
Warna merah adalah warna ion Fe(SCN)2+. Tabung reaksi I digunakan sebagai pembanding. Untuk tabung reaksi yang lain karena pada percobaan ini menggunakan metode deret standar yang mana larutan yang akan dianalisa dibandingkan warnanya dengan suatu larutan standar yang volume larutannya sama.
                                                                                                        (Fatih, 2008)
            Pada tabung reaksi II ditambahkan 1 tetes KSCN pekat, warna larutan tetap merah pekat namun lebih encer. Hal ini disebabkan penambahan volume larutan yang mengakibatkan konsentrasi berubah dan mempengaruhi kepekatan, sesuai dengan persamaan :
                                    V1 . N1 = V2 . N2
            Keterangan :


V1 = volume larutan standar
V2 = volume larutan sesudah
N1 = normalitas asli
N2 = normalitas yang diubah


(Brady, 1990)
Begitu juga pada tabung reaksi III yang ditambahkan 3 tetes Fe(NO3)3 0,2 M warna larutan tetap merah tua namun kepekatanya bertambah.
            Sedangkan pada tabung reaksi IV yang ditambahkan sebongkah Na2HPO4 menunjukan warna larutan menjadi kuning dan sangat encer. Selain itu, muncul endapan berwarna putih yang merupakan Na. Reaksi :
Fe(NO3)3 + 3KSCN + Na2HPO4 -> 3KNO3 + Fe(SCN)2+ + 2SCN- + HPO42+ + 2Na

2.2  Penentuan Tetapan Kesetimbangan Reaksi Pembentukan (FeSCN)2+
Percobaan ini diawali dengan menyediakan 7 labu ukur ukuran 10 mL. Kemudian masing – masing diisi dengan 5 mL larutan Fe(NO3)3 0,2 M.
Untuk labu ukur pertama, larutan berwarna kuning dan digunakan sebagai larutan pembanding. Konsentrasi ion Fe3+ dapat dihitung :
Fe(NO3)3 -> Fe3+ + 3NO3-
Mol = M . V
Keterangan :
            M = konsentrasi larutan
            V = volume larutan
Karena dalam hal ini volume larutan adalah 1 atau konstan sehingga mol ~M. Mol sendiri berbanding lurus terhadap koefisien persamaan reaksi, maka :
Perbandingan koefisien ~ perbandingan mol ~ perbandingan M
(Chang, 1994)
Fe(NO3)3 -> Fe3+ + 3NO3-
0,2 M ~ 0,2 M
Sehingga diperoleh konsentrasi ion Fe3+ sebesar 0,2 M. Setelah ditambahkan air hingga 10 mL, konsentrasi ion Fe3+ tersebut akan berubah menjadi :

Pada tabung reaksi ditambahkan 1 mL larutan KSCN 0,002 M, warna yang dihasilkan adalah merah tua dan encer. Pada tabung reaksi sebelumnya (tabung reaksi I), larutan ditambahkan aquades hingga batas labu ukur 10 mL dan dilakukan penggojongan yang bertujuan agar larutan menjadi homogen. Reaksi :
            Fe(NO3)3 + 3KSCN -> 3KNO3 + Fe(SCN)2+ + 2SCN-
            Konsentrasi ion Fe3+ :


Pada tabung reaksi IV ditambahkan masing – masing 3; 4 dan 5 mL larutan KSCN 0,002. Perubahan yang terjadi secara berurutan adalah warna pada tabung reaksi IV menjadi merah pekat. Pada tabung reaksi V, larutan berwarna makin pekat dan pada tabung reaksi VI warna larutan paling pekat. Hali ini juga menunjukan bahwa konsentrasi (FeSCN)2+ pada masing – masing tabung reaksi berubah, seperti pembuktian pada tabung reaksi II dan III. Seangkan pada tabung reaksi ke VII yang mana penambahan larutan KSCN belum diketahui, diperoleh warna larutan yang sama dengan tabung reaksi IV yang ditambahkan 3 mL larutan KSCN 0,002 M.
  
I.            KESIMPULAN
1.1  Pembandingan konsentrasi larutan dilakukan dengan pengamatan sesuai dengan kepekatan warnanya.
1.2  Konsentrasi larutan FeSCN2+ dapat ditentukan dengan metode kolorimetri.
1.3  Menentukan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan FeSCN2+.
  

DAFTAR PUSTAKA

Brady, James E. 1990. General Chemistry Principle and Structure. United States : Wiley.
Budaveri, Susan. 1989. The Merck Index Second Edition. USA : The Merck Index Co.
Chang, Raymond. 1994. Chemistry Fifth Edition. USA : Mc Grawhill.
Cotton, Albert F. 1989. Kimia Organik Dasar. Jakarta : UI Press.
Fatih, Ahmad. 2008. Kamus Kimia. Jakarta : Panji Pustaka.
Keenan, Wood. 1990. Kimia Universitas. Jakarta : Erlangga.
Khopkar, S.M, terjemahan oleh Saptoraharjo, a., 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
Sukardjo. 1985. Kimia Anorganik. Yogyakarta : Bina Aksara.
Sumarjo, Damin. 1997, 1998. Petunjuk Praktikum Kimia Dasar. Semarang : UNDIP Press.
Parker, Sybil P. 1993. Encyclopedia of Chemistry. Mc. Graw Hill : USA.
Petrucci, Ralph H. 1985. General Chemistry. Jakarta : Erlangga.
Underwood, A L. 1998. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Ke-6. Jakarta : Erlangga.




Jika bermanfaat silahkan tinggalkan komentar positif
Download


Tag : Praktikum
0 Komentar untuk "PERCOBAAN V ANALISIS KUANTITATIF BERDASARKAN WARNA LARUTAN : KOLORIMETRI (Kimia Dasar I)"

Back To Top