PERCOBAAN I - LIPID : ANALISA KUALITATIF DAN KUANTITATIF ( Praktikum Biokimia )


PERCOBAAN 1
LIPID : ANALISA KUALITATIF DAN KUANTITATIF
ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan yang berjudul “Lipid : Analisa Kualitatif dan Kuantitatif” yang bertujuan untuk melakukan analisa lipid secara kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif lipid meliputi uji peroksida, uji fosfat pada lesitin, uji kolesterol, sedangkan analisa kuantitatif meliputi penentuan angka penyabunan dan penentuan angka iod. Prinsip uji peroksida yaitu reaksi hidrolisis, uji fosfat pada lesitin yaitu reaksi hidrolisis, uji kolesterol yaitu pemutusan ikatan ester pada asam lemak, penentuan angka penyabunan yaitu reaksi saponifikasi, penentuan angka iod yaitu reaksi halogenasi. Metode yang digunakan pada analisa kualitatif yaitu pengompleksan dan pengendapan, sedangkan pada analisa kuantitatif yaitu titrasi iodometri dan titrasi asam basa. Hasil yang diperoleh yaitu pada analisa kualitatif, uji peroksida pada minyak zaitun baru dan tengik mengandung peroksida yang menghasilkan cincin ungu, uji fosfat pada lesitin menghasilkan uji positif dengan terbentuk warna larutan kuning keruh dengan terbentuknya endapan, uji kolesterol pada minyak zaitun baru menghasilkan larutan bening dan minyak zaitun tengik menghasilkan larutan dengan dua lapisan, dimana lapisan atas bening dan lapisan bawah berwarna biru, pada minyak ikan menghasilkan larutan berwarna ungu yang akhirnya berubah warna menjadi coklat kemerahan, pada putih telur puyuh menghasilkan gumpalan putih, sedangkan kuning telur puyuh menghasilkan gumpalan kuning. Pada analisa kuantitatif, penentuan angka iod minyak zaitun baru dan tengik menghasilkan larutan bening setelah dititrasi dan angka iod yang dihasilkan pada minyak zaitun baru sebesar 9,9 dan minyak zaitun tengik sebesar 3,55. Sedangkan angka penyabunan pada minyak zaitun baru dan tengik masing – masing sebesar -257,6 dan -254,8 dengan BM rata-rata minyak zaitun baru dan tengik sebesar -652,17 dan -659,3.

I. TUJUAN PERCOBAAN
Melakukan analisa lipid secara kualitatif dan kuantitatif
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Lipid
Lipid merupaka salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, hewan atu manusia dan sangat berguna bagi kehidupan manusia. Lemak dan senyawa organik yang mempunyai sifat fisika seperti lemak dimasukkan dalam satu kelompok yaitu kelompok lipid. Sifat fisika yang dimaksud adalah tidak larut dalam air, tetapi larut dalam satu atau lebih pelarut organik, seperti eter, aseton, kloroform, ada hubungannya dengan asam – asam lemak atau esternya dan mempunyai kemungkinan digunakan oleh makhluk hidup (Poedjiadi, 1994).

2.2 Fungsi Lipid
Lipida mempunyai beberapa fungsi diantaranya adalah komponen struktural membran, bahan bakar, lapisan pelindung, vitamin dan hormon. Selain itu sebagai penyimpan energi dan transport, komponen dinding sel dan penyampai kimia (Page, 1981).
Menurut Fessenden (1981), fungsi lipid yaitu
a. Trigliserida
Trigliserida merupakan bentuk lemak yang paling efisien untuk menyimpan kalor – kalor yang penting untuk proses yang membutuhkan energi dalam tubuh. Trigliserida juga mempunyai fungsi sebagai bantalan tulang dan organ vital yang melindungi organ-organ dari goncangan.
b. Fosfolipid
Fosfolipid adalah lipid yang mengandung gugus ester fosfat, fosfogliserida yang berhubungan dengan lemak dan minyak. Senyawa ini biasa mengandung ester asam lemak pada dua gliserol dengan suatu ester fosfat pada posisi ketiga. Fosfogliserida mempunyai sifat hidrofob dan hidrofil.

2.4 Sifat - Sifat Lemak
Menurut Poedjiadi (1994), sifat-sifat fisik lemak adalah tidak larut dalam air, tetapi larut dalam satu atau lebih dari satu pelarut organik misalnya eter, aseton, kloroform, benzena yang mempunyai kemungkinan digunakan oleh makhluk hidup. Sedangkan sifat-sifat kimia lemak adalah : lemak netral dengan unit penyusunnya, asam lemak yang rantai karbonnya panjang tidak larut dalam air, larut dengan pelarut organik. Titik lebur lemak dapat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya ikatan rangkap dari asam lemak yang menjadi penyusunnya.

2.5 Komponen Penyusun Lemak
2.5.1 Gliserol
Pada suhu kamar, gliserol adalah zat cair yang tidak berwarna, netral terhadap lakmus, kental dan rasanya manis. Dalam keadaan murni bersifat higroskopis. Dehidrasi gliserol dapat terjadi karena penambahan KHSO4 pada suhu tinggi. Hasil dehidrasi adalah aldehid alifatik yang mempunyai aroma khas. Reaksi ini sering dipakai untuk identifikasi gliserol.
2.5.2 Asam-asam Lemak
1. Keberadaan Asam Lemak
Menurut Page (1981), asam lemak jarang terdapat bebas dialam tetapi terdapat sebagai ester dalam gabungan dengan fungsi alkohol. Asam lemak pada umumnya adalah asam monokarboksilat berantai lurus. Asam lemak pada umumnya mempunyai jumlah atom karbon genap (ini berarti banyak karena asam-asam lemak disintesa terutama dua karbon setiap kali). Asam lemak dapat dijenuhkan atau dapat mempunyai satu atau lebih ikatan rangkap.
Bentuk sesungguhnya dari suatu asam lemak berkembang dari bentuk hidrokarbon induk. Konfigurasi ikatan rangkap dari asam-asam lemak yang terdapat dialam pada umumnya adalah cis.
Kenyataan bahwa alam lebih menyukai asam-asam lemak tak jenuh cis mungkin bertalian dengan pentingnya senyawa-senyawa ini dalam struktur membran biologi (Page,1981).
2. Klasifikasi Asam Lemak (Sumardjo, 1998)
a.  Klasifikasi asam lemak berdasarkan ikatannya :
1. Asam lemak jenuh
Asam lemak jenuh tidak mempunyai ikatan rangkap dalam strukturnya. Beberapa contoh penting antara lain :
C3H7     ---- COOH : asam butirat
C5H11   ---- COOH : asam kaproat
C7H15   ---- COOH : asam kaprilat
C11H23 ---- COOH : asam laurat
C13H27 ---- COOH : asam miristat
C17H35 ---- COOH : asam stearat
C93H39 ---- COOH : asam arachidat
2. Asam lemak tak jenuh
Asam lemak tak jenuh adalah asam lemak yang mempunyai sebuah atau lebih ikatan rangkap 2 dalam struktur molekulnya. Beberapa contoh asam lemak tak jenuh :
b. Klasifikasi asam lemak berdasarkan dapat atau tidaknya disintesis oleh tubuh :
Asam lemak esensial
Asam esensial yaitu asam lemak yang dibutuhkan oleh tubuh, tetapi tubuh sendiri tidak dapat mensintesisnya. Asam lemak ini diperoleh dari luar, yaitu dari lemak makanan. Asam ini mempunyai 2 buah atau lebih ikatan rangkap dua didalam struktur molekulnya. Contoh : asam linoleat, asam arachidat.
Asam lemak nonesensial
Asam lemak nonesensial yaitu asam lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan tubuh sendiri dapat mensintesisnya.

2.6 Klasifikasi Lemak (Hart, 1983)
2.6.1 Berdasarkan bentuknya pada suhu tertentu, lemak dibedakan :
a. Lemak padat, yaitu lemak yang ada pada temperatur udara biasanya berwujud pada. Contoh : gajih.
b. Lemak cair, yaitu lemak yang pada suhu udara biasa berbentuk cair. Contoh : etanol, minyak kelapa.
2.6.2 Berdasarkan asal darimana lemak didapat, lemak dibedakan :
a. Lemak hewani, yaitu lemak yang didapat dari hewan.
b. Lemak nabati, yaitu lemak yang didapat dari tumbuhan.


2.6.3 Berdasarkan ikatan rangkap yang terdapat di struktur molekul, lemak dibedakan:
a. Lemak tak jenuh, yaitu lemak yang mempunyai 1 atau lebih ikatan rangkap
b. Lemak jenuh, yaitu termasuk lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap pada asam lemak penyusunnya.
2.6.4 Berdasarkan lemak penyusunnya, lemak dibedakan menjadi :
a. Lemak sederhana
b. Lemak berasam dua
c. Lemak berasam tiga

2.7 Identifikasi Lemak
2.7.1 Uji kolesterol
Menurut Poedjiadi (1994), adanya kolesterol dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa reaksi warna. Salah satu di antaranya ialah reaksi Salkowski. Apabila kolesterol dilarutkan asam sulfat pekat dengan hati-hati, maka bagian asam berwarna kekuningan dengan fluoresensi hijau bila dikenai cahaya. Bagian kloroform akan berwarna biru dan yang berubah menjadi menjadi merah dan ungu. Larutan kolesterol dalam kloroform bila ditambah anhidrida asam asetat dan asam sulfat pekat, maka larutan tersebut mula-mula akan berwarna merah, kemudian biru dan hijau. Ini disebut reaksi Lieberman Burchard. Warna hijau yang terjadi ini ternyata sebanding dengan konsentrasi kolesterol.
2.7.2 Uji peroksida
Uji ini untuk menentukan derajat ketidak jenuhan asam lemak. Iodium dapat bereaksi dengan ikatan rangkap dalam asam lemak. Tiap molekul iodium mengadakan reaksi adisi pada suatu ikatan rangkap. Oleh karenanya makin banyak ikatan rangkap, makin banyak pula iodium yang dapat bereaksi.
Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Dalam metoda ini minyak dilarutkan ke dalam larutan asam asetat glasial – kloroform (3:2) yang kemudian ditambahkan KI.  Dalam campuran tersebut akan terjadi reaksi KI dalam suasana asam dengan peroksida yang akan membebaskan I2. Kemudian I2 yang dibebaskan selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Anwar, 1996).

2.7.3 Uji fosfat pada lesitin
Fosfatidikolin atau lesitin berupa zat padat lunak seperti lilin, berwarna putih dan dapat diubah menjadi coklat bila terkena cahaya dan bersifat higroskopik dan bila dicampur dengan air membentuk koloid. Lesitin larut dalam semua pelarut lemak kecuali aseton. Bila lesitin dikocok dengan asam sulfat akan terjadi asam fosfatidat dan kolin. Dan dipanaskan dengan asam atau basa akan menghasilkan asam lemak, kolin, gliserol dan asam fosfat.
2.8 Reaksi Lemak
2.8.1 Reaksi Hidrolisa
Menurut Sumardjo (1998), reaksi hidrolisa ada 3 macam:
a. Hidrolisa dengan katalis enzim
Enzim lipase dan pankreas sebagai steapsin dapat mengkatalis hidrolisa lemak menjadi gliserol dan asam-asam lemak.
b. Hidrolisa dengan katalis oksida
Zink oksida atau kalsium oksida menghidrolisa lemak menjadi asas-asam lemak dan gliserol.
c. Hidrolisa dengan basa (penyabunan atau saponifikasi)
Reaksi lemak dengan larutan basa kuat akan menghasilkan gliserol dan sabun. 
2.8.2 Reaksi hidrogenasi
Hidrogenasi lemak tidak jenuh dengan adanya katalisator dikenal sebagai pengerasan secara kormesial diguakan untuk mengubah lemak cair menjadi lemak padat (Mayers, 1992).
2.8.3 Reaksi hidrogerolisis
Lemak bila direaksikan dengan hydrogen pada suhu tertentu akan terbongkar menjadi gliserol dan alkohol alifatik (Sumardjo, 1998).
2.8.4 Reaksi halogenasi
Reaksi ini merupakan reaksi adisi. Biasanya digunakan bromium atau iodium (Sumardjo, 1998).
2.8.5 Reaksi ketengikan
Menurut Sumardjo (1998), faktor yang dapat mempercepat reaksi ini adalah oksigen, suhu, cahaya dan logam-logam sebagai katalisator. Ketengikan pada lemak jenuh terantai pendek terjadi karena pengaruh hidrolisa pada udara lembab. Sedangkan pada lemak tak jenuh berantai panjang terjadi dalam 2 tingkat :
a. Tingkat I : Hidrolisa lemak tak jenuh menjadi gliserol dan asam-asam lemak tak jenuh.
b. Tingkat II : Oksidasi asam lemak tak jenuh oleh oksigen menjadi asam karboksilat berbau tengik.

2.9 Saponifikasi
Sabun merupakan garam alkali (biasanya garam natrium) dari asam – asam lemak, sabun mengandung terutama garam C16 dan C18. Namun, dapat juga mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah. Reaksi penyabunan :
Kegunaan sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan  dua sifat sabun. Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat-zat nonpolar. Kedua ujung anion molekul sabun yang tertarik dalam air, ditolak ujung anion molekul sabun yang muncul dari tetesan minyak lain (Fessenden, 1999).

2.10 Analisa Kuantitatif Lemak/Lipid (Fessenden, 1999)
2.10.1 Angka Asam
Penentuan metode analisa kuantitatif lemak dengan angka asam dengan menambahkan jumlah milligram reagen yang digunakan yaitu KOH untuk menetralkan asam lemak bebas yang berasal dari 1 gram lemak. Angka asam tersebut untuk menentukan berat molekul lemak / minyak.
2.10.2 Angka Penyabunan
Angka penyabunan digunakan metode kuantitatif dari proses penyabunan dengan menambahkan jumlah milligram KOH untuk menyabunkan 1 gram minyak/lemak. Angka tersebut digunakan untuk menentukan besarnya berat molekul minyak/lemak.
2.10.3 Angka Iod
Angka iod digunakan untuk mengetahui besarnya derajat ketidakjenuhan asam lemak. Ketidakjenuhan mengandung banyak atau sedikit ikatan rangkap. Penentuan angka iod dengan menambahkan jumlah gram iod yang diikat oleh 100 gram lemak.
2.10.4 Angka Asetil
Angka asetil digunakan untuk menentukan jumlah gugus hidroksil pada asam lemak dengan menambahkan sejumlah milligram KOH untuk menetralkan asam asetat yang dibebaskan pada reaksi asetilasi 1 gram lemak.

2. 11 Titrasi
Titrasi adalah cara analisis yang memungkinkan kita untuk mengukur jumlah yang pasti dari suatu larutan dengan mereaksikan suatu larutan ion yang konsentrasinya diketahui. Pada waktu titrasi, larutan yang mengandung suatu pereaksi dimasukkan dalam buret yang disebut penitrasi. Larutan ini diteteskan perlahan lahan melalui kran dalam erlenmeyer yang mengandung pereaksi lain. Titrasi dihentikan sampai warna indikator berubah. Perubahan warna ini menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady,1997).

2.12 Titik Ekuivalen dan Titik Akhir Titrasi
Volume dalam jumlah tertentu yang ditambahkan tepat sama dengan yang diperlukan untuk bereaksi sempurna oleh zat yang dianalisis disebut sebagai titik ekuivalen. Volume dimana perubahan warna indikator nampak oleh pengamat adalah merupakan titik akhir. Titik ekuivalen dan titik akhir tidak sama pada praktiknya, titik akhir tercapai setelah titik ekuivalen. Perbedaan antara titik akhir dan titik ekuivalen adalah kasalahan titik akhir yaitu kesalahan acak yang berbeda untuk setiap sistem. Kesalahan ini bersifat aditif dan determinan, dan nialinya dapat dihitung (Khopkar, 1990).

2.13 Analisa Bahan
2.13.1 Aquades (H2O)
Sifat fisik :mempunyai berat molekul  18 g/mol, titik beku 00C, titik didih  1000C, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa
Sifat kimia :bersifat polar, larut dalam dimetil alkohol dan etil     etanoat, mempunyai ikatan hidrogen, mempunyai tetapan dielektrik tinggi (Basri , 1996).
2.13.2 Phenolphtalein
Sifat fisik : kristal tak berwarna, dalam bentuk cairan berwarna putih kekuningan
Sifat kimia : mempunyai rumus molekul C20H14O4, larut dalam alkohol dan pelarut organik lainnya, tak berwarna dalam larutan asam dan berwarna merah muda dalam larutan basa, perubahan pH 8,2-10,0 (Mulyono, 2001).

2.13.3 Asam nitrat (HNO3)
Sifat fisik : zat cair tidak berwarna atau agak kekuningan, mempunyai titik leleh – 410C, titik didih 830C, densitas 1,5 g/mL
Sifat kimia : asam anorganik, berasap dan korosif, sebagai oksidator kuat (Mulyono, 2001).
2.13.4 HCl
Sifat fisik : titik leleh 1140C, titik didih -850C, densitas 1,27 (udara = 1), gas tak berwarna, berbau tajam
Sifat kimia : asam kuat, sangat larut dalam air, merupakan hasil reaksi antara NaCl dan H2SO4 (Mulyono, 2001).
2.13.5 Amonium molibdat ((NH4)2MoO4)
Sifat fisik :  berbentuk cairan bening
Sifat kimia : senyawa ini merupakan garam dari amonia dan asam molibdat, rumus molekul ((NH4)2MoO4) (Mulyono, 2001).
2.13.6 Asam Sulfat (H2SO4)
Sifat fisik : zat cair kental, tak berwarna, titik leleh 100C, titik didih 315-3380C, massa jenis 1,8.
Sifat kimia : menyerupai minyak dan bersifat higroskopis dalam larutan cair, bersifat asam kuat dalam keadaan pekat bersifat oksidator dan zat pendehidrasi (Mulyono, 2001).
2.13.7 KI
Sifat fisik : tidak bewarna, kristal putih, titik leleh 6800C, densitas 3.12 
Sifat kimia : larut dalam air dan alkohol (Grant, 1987).
2.13.8 Kloroform (CHCl3)
Sifat fisik : cairan jernih tidak bewarna, berbau menyengat, rasa manis, mempunyai titik leleh -16.20C, berat jenis 1,49 g/ml
Sifat kimia : mudah menguap, pelarut yang baik untuk lemak, tidak larut dalam air (Arsyad, 2001).
2.13.9 Amilum (C6H10O5)n
Sifat fisik :  berwarna putih, tanpa bau dan tanpa rasa
Sifat kimia : terdiri atas rantai bercabang molekul molekul glukosa, dihasilkaan pada proses fotosintesis dalam tumbuh tumbuhan, penambahaan iodin mengasilkan warna hitam (Pudjaatmaka, 2003).
2.13.10 Etanol (C2H5OH)
Sifat fisik : berupa cairan encer tak berwarna, mempunyai titik lebur -1170C, titik didih 780C
Sifat kimia : dapat bercampur dengan eter, benzena, gliserol dan air, bersifat hidrofob dan hidrofil, mudah terbakar, mudah tercampur dangan air, digunakan untuk pelarut (Basri, 1996).
2.13.11 Minyak zaitun
Sifat fisik : berbau amis yang disebabkan oleh terbentuknya trimetil amin dari lesitin, mempunyai titk leleh -6,0oC dan titik didih 300oC
Sifat kimia : mengandung senyawa seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, squalen dan triasil gliserol (Basri, 1996).
2.13.12 Telur
Pada putih telur, zat yang terkandung paling banyak adalah protein albumin dan yang paling sedikit adalah lemak (Basri, 1996).
2.13.13 Lesitin 
Sifat fisik : termasuk dalam golongan fosfolipid, berwarna coklat cerah hingga coklat
Sifat kimia : sebagian larut dalam air, dan aseton, larut dalam kloroform dan benzena, biasa ditemukan pada kacang kedelai dan telur (Willey, 2001).
2.13.14 Asam asetat glasial
Sifat fisik : berupa cairan tak berwarna, mempunyai berat molekul 102,09 g/L, titik didih 139,6oC, dan titik beku -290oC
Sifat kimia : asam organik hasil fermentasi alkohol, berfungsi sebagai penyambung gas asetil dimana gugus ini tidak diperoleh oleh asam asetat glasial (Mulyono, 2001).
2.13.15 Larutan Hubl
Sifat fisik : larutan yang dibuat dengan melarutkan 2,5 gram iodin dan 3 gram raksa (III) klorida dalam 100 cm3 etanol 95%.
Sifat kimia : dipakai sebagai penguji adanya lemak tak jenuh (Mulyono, 2001).
2.13.16 Na2S2O3
Sifat fisik : larutan tak berwarna
Sifat kimia : sangat melarutkan halida perak yang sangat larut, merupakan logam yang mengandung ion S2O32-(Mulyono, 2001).
2.13.17 KOH
Sifat fisik : berupa zat cair tidak berwarna, mempunyai titik didih 34oC
Sifat kimia : mudah menguap, mudah terbakar, sebagai pelarut dan zat anestesi dalam medis (Mulyono, 2001).
2.13.18 Minyak ikan
Sifat fisik : berupa cairan bening berwarna kuning muda, berbau amis, berbentuk cair dengan berat jenis sekitar 0,92 g/mL dan sifatnya yaitu angka iod lebih dari 65 g/100g, angka penyabunan 185-195 mg/g, asam lemak bebas 0,1-13% dan angka tidak tersabunkan 0,5-2,0 mg/g.
Sifat kimia : tidak larut dalam air, mengandung asam lemak berikatan rangkap. Minyak ikan ini dibagi dalam dua golongan, yaitu minyak hati ikan (fish liver oil) yang terutama dimanfaatkan sebagai sumber vitamin A dan D, dan golongan lainnya adalah minyak tubuh ikan (body oil) seperti halnya minyak ikan lemuru (Mulyono, 2001).
III. METODE PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- Gelas beker Penangas air
- Tabung reaksi Termometer
- Gelas ukur Pipet tetes
- Pemanas Erlenmeyer
- Pengaduk Penjepit
- Buret Klem
- Statif Timbangan analitis

3.1.2 Bahan
- Minyak zaitun Kloroform
- Asam asetat glasial KI 10% dan 30%
- Lesitin Asam nitrat pekat
- Ammonium molibdat H2SO4 pekat
- Hubl A Hubl B
- Na2S2O3 0,1 N Amilum
- Etanol Eter
- KOH Alkoholis 0,5M
- Indikator pp Aquades
- Minyak ikan

3.2 Gambar Alat
(Skip gak  begitu penting)

3.3 Skema Kerja
3.3.1 Analisa Kualitatif
3.3.1.1 Uji Peroksida
3.3.1.2 Uji Fosfat pada Lesitin
3.3.1.3 Uji Kolesterol (Liberman-Buchard)

3.3.2 Analisa Kuantitatif
3.3.2.1 Penentuan Angka Iod

3.3.2.2 Penentuan angka penyabunan

IV. DATA PENGAMATAN
No
Perlakuan
Hasil
Ket
1.










































2.
Analisa kualitatif
 a. Uji Peroksida
     -  pemasukkan 1 mL minyak sampel (minyak zaitun baru dan minyak zaitun tengik)  + 1 mL kloroform  + 2 mL asam asetat glasial + 1 tetes larutan KI 10%, pengadukan, pendiaman selama 5 menit.
   
b. Uji Fosfat pada Lesitin
-  lesitin yang telah di larutkan dalam alkohol + HNO3 pekat, pemanasan pada penangas air + larutan ammonium molibdat, pemanasan kembali sampai suhu 60°C, pengamatan pada perubahan.

 c. Uji Kolesterol (Libermann- Buchard)
-  tabung 1: 2 mL minyak zaitun baru + 3 tetes H2SO4

-  tabung 2 : 2 mL minyak zaitun tengik + 3 tetes H2SO4



-  tabung 3 : 2 mL minyak ikan + 3 tetes H2SO4




-  tabung 3 : 2 mL putih telur puyuh + 3 tetes H2SO4

-  tabung 3 : 2 mL kuning telur puyuh + 3 tetes H2SO4



Analisa kuantitatif
a. Penentuan angka iod
-    0,25 gram sampel (minyak zaitun baru dan tengik, blanko) + 5 mL kloroform + 6,25 Hubl A + 6,25 mL Hubl B, penutupan dan penyimpanan di lemari gelap selama 1 jam
-    penambahan KI 30% + aquades 50 mL, penutupan kembali
-    penambahan indikator amilum dan penitrasian dengan tiosulfat 0,1N



b.Penentuan angka penyabunan
Minyak zaitun baru
-    1 gram minyak zaitun + 3mL (alkohol + eter) + 25 mL KOH 0,5 M, pemanasan  + 20 menit
-    Penambahan 3 tetes pp
-    Penitrasian dengan HCl

Minyak zaitun tengik
-    1 gram minyak tengik + 3mL (alkohol + eter) + 25 mL KOH 0,5 M, pemanasan  + 20 menit
-    Penambahan 3 tetes pp
-    Penitrasian dengan HCl

Blanko
-    1 gram blanko + 3mL (alkohol + eter) + 25 mL KOH 0,5 M, pemanasan  + 20 menit
-    Penambahan 3 tetes pp
-    Penitrasian dengan HCl



Minyak zaitun baru : terbentuk cincin ungu (mengandung peroksida)
Minyak zaitun tengik : terbentuk cincin ungu (mengandung peroksida)



Larutan kuning keruh (ada endapan)








Minyak zaitun baru : terbentuk 2 lapisan, lapisan bawah bening

Minyak zaitun tengik : terbentuk 2 lapisan, lapisan bawah berwarna biru

Minyak ikan + H2SO4 : larutan berwarna ungu yang berubah menjadi coklat dan menghasilkan larutan coklat kemerahan.

Putih telur menghasilkan gumpalan putih

Kuning telur menghasilkan gumpalan kuning padatan





Larutan coklat kemerahan (pekat), setelah disimpan dalam tempat gelap selama 1 jam menghasilkan larutan berwarna orange
Larutan orange cerah


Larutan menjadi hitam, setelah dititrasi larutan menjadi bening
Penambahan Na2S2O3 :
Minyak zaitun baru = 3,4 mL
Minyak zaitun tengik = 4,8 mL
Blanko = 7,3 mL


Larutan bening
Volume HCl yang dibutuhkan 36,9 mL




Larutan bening
Volume HCl yang dibutuhkan
37 mL




Larutan bening
Volume HCl yang dibutuhkan 28,7 mL



+


+





+
V.  HIPOTESIS
Percobaan ini berjudul “Lipid : Analisa Kualitatif dan Kuantitatif” yang bertujuan untuk melakukan analisa lipid secara kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif lipid meliputi uji peroksida, uji fosfat pada lesitin, uji kolesterol, sedangkan analisa kuantitatif meliputi penentuan angka penyabunan dan penentuan angka iod. Prinsip uji peroksida yaitu reaksi hidrolisis, uji fosfat protein yaitu reaksi oksidasi, uji kolesterol yaitu pemutusan ikatan ester pada asam lemak, penentuan angka penyabunan yaitu saponifikasi, penentuan angka iod yaitu reaksi halogenasi. Metode yang digunakan pada analisa kualitatif yaitu pengompleksan dan pengendapan, sedangkan pada analisa kuantitatif yaitu titrasi asam basa dan titrasi iodometri. Hasil yang diperoleh yaitu pada analisa kualitatif, uji peroksida pada minyak zaitun tidak mengandung peroksida, uji positif peroksida yaitu akan membentuk warna ungu kehitaman dengan amilum, uji fosfat pada lesitin akan menunjukkan hasil positif dengan terbentuk warna larutan yang keruh dan kuning, uji kolesterol pada minyak zaitun tidak mengandung kolesterol, uji positif kolesterol yaitu terbentuk larutan dengan dua lapisan, dimana lapisan atas berwarna merah. Pada analisa kuantitatif, penentuan angka penyabunan pada minyak zaitun besar dan penentuan angka iod pada minyak zaitun akan menunjukkan hasil yang kecil.

VI. PEMBAHASAN
Percobaan ini berjudul Lipid :Analisa Kualitatif dan Kuantitatif yang bertujuan untuk melakukan analisa lipid secara kualitatif dan kuantitatif. Analisa Lipid secara kualitatif meliputi uji peroksida, uji fosfat pada lesitin, dan uji kolesterol sedangkan pada kuantitaif berupa penentuan angka iod dan angka penyabunan.
6.1 Analisa Kualitatif Lipid
6.1.1 Uji Peroksida
Uji peroksida ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya peroksida dalam sampel uji berupa minyak zaitun dengan indikator amilum. Prinsip percobaan ini adalah reaksi hidrolisis dan reaksi redoks. Lipid/lemak dapat terhidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol, sedangkan reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan penambahan serta pengurangan bilangan oksidasi, minyak yang sudah teroksidasi akan mengandung peroksida keberadaan peroksida ini kemudian di deteksi dengan KI, peroksida akan mengoksidasi KI sehingga membebaskan I2. Keberadaan I2 kemudian dianalisis dengan amilum. Metode yang digunakan pada uji ini adalah pengendapan dan pengompleksan. Sampel yang digunakan pada uji ini adalah minyak zaitun baru dan minyak zaitun yang sudah dibiarkan terbuka (tengik). Tujuan dari  variasi sampel adalah untuk mengetahui perbandingan adanya peroksida yang terkandung di dalamnya.
Pada uji ini, tabung 1 berisi minyak baru dan tabung 2 berisi minyak tengik yaitu minyak zaitun yang sudah dibiarkan di udara terbuka agar minyak mengalami reaksi tengik atau reaksi oksidasi ikatan rangkap oleh oksigen membetuk senyawa-senyawa yang menimbulkan bau tidak enak, seperti keton, aldehida, dan peroksida. Kemusian keduanya dilarutkan dalam kloroform.  Tujuan dari penggunaan kloroform adalah agar minyak dapat larut dengan sempurna. Sesuai dengan prinsip ‘like dissolves like’ dimana senyawa dengan kepolaran yang sama akan saling melarutkan. Minyak yang bersifat non polar dapat larut pada kloroform yang juga bersifat non polar. Kemudian ditambahkan dengan asam asetat glasial dan larutan KI 10 %. Tujuan dari penambahan asam asetat glasial adalah untuk menghidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak. Sedangkan penambahan KI bertujuan sebagai oksidator. Jika terdapat peroksida di dalam minyak maka peroksida tersebut akan mereduksi KI, sehingga membebaskan I2.
reaksi hidrolisis:
(Fessenden, 1999)
Hidroperoksia yang terbentuk akan bereaksi dengan KI dan membebaskan I2. Keberadaan iodin ini diuji dengan indikator amilum. Amilum digunakan sebagai indikator karena saat amilum bereaksi dengan I2 akan memberikan perubahan warna menjadi ungu kehitaman.
Menurut Halliwel (2000), reaksi hidroperoksida dengan penambahan KI berlebih:
dan mekanisme terbentuknya peroksida dan radikal bebas pada lipid meliputi 3 tahap reaksi:
Peroksida lipid adalah reaksi penyerangan radikal bebas terhadap asam lemak tidak jenuh jamak (PUFA) yang mengandung sedikitnya tiga ikatan rangkap. Reaksi ini dapat terjadi secara alami didalam tubuh yang mengakibatkan oleh pembentukan radikal bebas secara endogen dari proses metabolisme. Peroksidasi lipid di inisiasi oleh radikal bebas seperti radikal anion superoksida, radikal hidroksil dan radikal peroksil. Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan satu buah elektron dari pasangan elektron bebasnya, atau merupakan hasil pemisahan homolitik suatu ikatan kovalen. Radikal bebas secara berkesinambungan dapat dibuat oleh tubuh kita. Setiap radikal bebas yang terbentuk oleh tubuh dapat memulai suatu reaksi berantai yang akan terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh radikal bebas lain dan oleh sistem antioksidan tubuh (Murray, 2003).
Gambar 1 : Peroksida lipid pada asam lemak tak jenuh rantai panjang (Murray et al.2003)
Hasil yang didapat dari percobaan ini adalah uji positif , yaitu pada minyak zaitun baru dan minyak zaitun tengik membentuk cincin ungu, hal ini mengindikasikan bahwa minyak zaitun baru dan minyak zaitun tengik mengandung peroksida karena ada reaksi dengan indikator amilum. Hal ini mungkin terjadi karena sampel minyak baru mengalami reaksi oksidasi dengan udara sehingga mengalami ketengikan dan juga cara penyimpanan sampel yang kurang baik dapat membuat minyak tersebut mengalami oksidasi. Pembentukkan peroksida akan bertambah dengan bertambahnya derajat kejenuhan.

6.1.2 Uji Fosfat pada Lesitin
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya fosfat pada lesitin. Metode percobaan ini adalah pengendapan dan prinsip yang digunakan adalah reaksi hidrolisis.
Fosfolipid adalah lipid yang mengandung gugus ester fosfat, fosfogliserida yang berhubungan dengan lemak dan minyak.sedangkan Lesitin merupakan golongan fosfolipid yang disebut fosfatidilkolin yang bersifat larut dalam alkohol, eter, kloroform dan bila bercampur dengan air membentuk alkohol (Poedjiadi, 1994).
 Pada uji fosfat pada lesitin, menyiapkan larutan lesitin yang telah dilarutkan dalam alkohol. Kemudian ditambahkan HNO3 pekat. Tujuan dari penambahan HNO3 pekat ini adalah untuk mengoksidasi lesitin yang telah dilarutkan dalam alkohol tersebut. Kemudian dilakukan pemanasan. Tujuan dari pemanasan ini adalah untuk mempercepat reaksi dan agar larutan tersebut dapat terhidrolisis menjadi asam fosfat dan kolin. Hasil yang diperoleh adalah larutan yang berwarna kuning. Setelah itu, ditambahkan dengan ammoniun molibdat. Tujuan dari penambahan ini adalah untuk mempercepat reaksi (katalis). Kemudian dilakukan pemanasan kembali. Dari percobaan ini diperoleh larutan keruh yang berwarna kuning. Hal ini menunjukkan uji positif bahwa di dalam lesitin mengandung fosfat.
 Reaksi kimia yang terjadi :
6.1.3 Uji Kolesterol
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya kolesterol didalam lipid. Metode yang digunakan adalah pengendapan dan prinsip yang digunakan adalah pemutusan ikatan ester.
Kolesterol menurut Cedar et al (2000) merupakan alkohol steroid yang berbentuk pada suhu tubuh, berbentuk kristal putih dengan titik lebur 145-1500C yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik seperti eter, kloroform, benzena, dan aseton. Struktur Kolesterol menurut Cedar et al (2000) seperti berikut ini :

Uji ini memakai tiga sampel yaitu minyak zaitun (baru dan tengik), telur puyuh (putih dan kuning telur), minyak ikan (minyak hewani). Tiap sampel dilarutkan dengan kloroform, fungsi dari kloroform adalah untuk melarutkan lemak karena sifat dari lemak atau lipid adalah non polar. Sesuai dengan prinsip “like dissolves like” maka senyawa non polar akan larut pada pelarut non polar. Kemudian ditambahkan dengan asam sulfat pekat (H2SO4). Fungsi H2SO4 untuk memutuskan ikatan ester pada lemak. Jika ada kolesterol akan terbentuk lapisan merah pada permukaan larutan dan H2SO4 berwarna  kuning.
Hasil yang diperoleh ialah pada sampel minyak zaitun baru terbentuk larutan bening dan pada minyak zaitun tengik berupa 2 lapisan yakni lapisan atas berwarna putih dan lapisan bawah berwarna biru, pada sampel putih telur dan kuning telur menghasilkan gumpalan putih pada putih telur dan gumpalan kuning pada kuning telur. Hal tersebut menunjukkan uji negatif karena menurut Cedar et al (2000), kolesterol merupakan hasil metabolisme intermedier dari hewan (terdapat di jaringan hewan), oleh karena itu banyak terdapat dalam bahan makanan asal hewani seperti daging, telur, hati, otak dan susu, sehingga dapat disimpulkan bahwa minyak zaitun tidak mengandung senyawa sterol alkohol.   
 Sedangkan pada putih telur puyuh menurut Khazan (1986) untuk semua jenis telur, putih telur tidak mengandung kolesterol karena putih telur mengandung 87% air dan 13% bahan padat non kolesterol sedangkan pada bagian kuning telur terdiri dari 50% padatan, dan dari sejumlah kuning sepertiganya adalah protein dan dua pertiganya adalah lipid serta banyak mengandung kolestrol dibandingkan dengan putih telur.
Tabel kadar kolesterol dapat dilihat dibawah ini :
Menurut Khazan (1986) ketika direaksikan dengan beberapa uji dapat dilihat pada tabel berikut ini : 

Sumber
Pereaksi Liberman-Burchard
Pereaksi Solkowski
Kuning telur itik
+
+
Kuning telur ayam ras
+
+
Kuning telur ayam buras
+
+
Kuning telur puyuh
+
+
Pada sampel minyak ikan menunjukkan uji positif yang menghasilkan warna ungu dan berubah menjadi coklat kemerahan yang menunjukkan kolesterol pada minyak ikan, hal ini didukung juga oleh  Montesqrit dan Adrizal( 2009) bahwa minyak ikan merupakan salah satu sumber asam lemak tak jenuh rangkap banyak terutama asam lemak ω-3 yang dapat meningkatkan asam lemak ω-3 dalam tubuh ternak.
Untuk mengetahui kandungan kolesterol dalam berbagai bahan makanan, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode pengukuran baik secara kualitatif maupun kuantitatif dari metode yang sederhana sampai metode yang kompleks. Tentu saja setiap metode memiliki kelebihaan dan kekurangan, oleh karena itu dalam tulisan ini akan disajikan pengukuran kadar koleterol dengan metode Lieberman-Burchards yang menggunakan alat spesifik berupa spektrofotometer. (Astuti. 2010)
6.2 Penentuan Analisa Kuantitatif
6.2.1 Penentuan Angka Iod
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan derajat ketidakjenuhan asam lemak. Angka iod merupakan jumlah gram iodium yang diserap oleh 100 gram lemak tak jenuh. Prinsip yang digunakan dalam percobaan ini adalah reaksi halogenasi, yaitu reaksi pemutusan ikatan rangkap (reaksi adisi) dengan menggunakan senyawa halogen, seperti Br2 dan I2 (Poedjiadi, 1994). Metode yang digunakan adalah titrasi iodometri, yaitu titrasi redoks untuk menetapkan senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium – iodida atau senyawa yang bersifat oksidator (Poedjiadi, 1994).
 Pada percobaan ini sampel yang digunakan adalah minyak zaitun baru, minyak zaitun tengik dan aquades sebagai blanko. Masing – masing sampel diberi ditambahkan kloroform yang berfungsi sebagai pelarut, agar minyak dapat larut dengan sempurna. Hal ini dikarenakan kloroform dan minyak bersifat non polar sehingga keduanya dapat mudah tercampur dengan sempurna. Hal ini sesuai dengan prinsip pelarutan like dissolves like. Kemudian larutan ditambah dengan Hubl A dan Hubl B yang menghasilkan larutan berwarna coklat kemerahan. Hubl A merupakan suatu larutan yang terdiri dari iodin dalam etanol (Mulyono,2001). Fungsi penambahan dari Hubl A ini adalah untuk memutus ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal pada asam lemak. Sedangkan hubl B merupakan suatu larutan yang terdiri dari HgCl2 dalam etanol yang berfungsi sebagai oksidator (Mulyono, 2001), yang bertujuan untuk memutus ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal yang masih tersisa pada reaksi pemutusan sebelumnya oleh hubl A. Kemampuan HgCl2 (Hubl B) untuk memutus ikatan rangkap dikarenakan hubl B merupakan oksidator kuat sehingga dapat menyempurnakan reaksi adisi oleh hubl A.
Setelah larutan ditambah dengan Hubl A dan Hubl B, larutan didiamkan selama 1 jam dalam kamar gelap. Tujuan dari penyimpanan di kamar gelap adalah agar larutan tidak terkena cahaya, dimana dapat mempengaruhi HgCl2 dalam memutus ikatan rangkap, yakni Hg tidak stabil jika terkena cahaya. Setelah didiamkan selama 1 jam, larutan ditambah dengan KI yang berfungsi untuk menentukan angka iod, dimana asam lemak tidak jenuh akan mengikat I2  membentuk asam lemak yang jenuh.
Selanjutnya dilakukan penambahan aquades yang menghasilkan larutan berwarna orange cerah. Tujuan dari penambahan aquades adalah agar larutan dapat terpisahkan dari miselnya. Misel yaitu sekumpulan molekul lemak dalam pelarut air, dimana bagian hidrofob lemak saling menyatu (ke dalam) dan bagian hidrofil ke luar (ke pelarut air) (Fessenden, 1982). 
Kemudian larutan segera ditutup agar tidak terjadi oksidasi lanjut. Lalu larutan ditambah dengan indikator amilum yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya iod dalam larutan saat titrasi. Selanjutnya, larutan dititrasi dengan menggunakan larutan standard yaitu Na2S2O3 sebagai titran. Menururt Fessenden (1982), reaksi yang terjadi :
Setelah dititrasi dengan Na2S2O3, warna larutan berubah menjadi bening. Volume Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk menitrasi minyak zaitun baru sebesar 3,4 mL, minyak zaitun tengik sebesar 4,8 mL, dan pada blanko sebesar 7,3 mL. Angka iod pada minyak zaitun baru sebesar 9,9; minyak zaitun tengik sebesar 3,55. Angka iod minyak zaitun baru lebih besar dibandingkan minyak zaitun tengik. Hal tersebut sesuai dengan literatur, dimana ikatan rangkap pada minyak zaitun baru lebih banyak dibandingkan minyak zaitun tengik, karena pada minyak zaitun tengik ikatan rangkapnya sudah teroksidasi oleh cahaya, udara (O2) dan pemanasan sehingga ikatan rangkapnya lebih sedikit dan mengakibatkan angka iod yang dibutuhkan untuk memutus ikatan rangkap lebih sedikit.
6.2.2 Penentuan Angka Penyabunan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat molekul (BM) pada minyak / lemak. Prinsip yang digunakan adalah reaksi penyabunan (hidrolisis dengan basa), sedangkan metode yang digunakan adalah titrasi asam basa. Angka penyabunan adalah jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram lemak / minyak (Fessenden, 1982).
Sampel yang digunakan adalah minyak zaitun  baru dan tengik serta aquades sebagai blanko. Masing – masing lemak ditambahkan dengan pelarut lemak (95% etanol dan 5% eter). Etanol prosentasenya lebih besar bertujuan untuk mempermudah pengikatan KOH. Setelah itu, larutan ditambahkan dengan KOH alkoholis sehingga timbul basa. Tujuan dari penambahan KOH alkoholis adalah untuk menyabunkan minyak yaitu menghidrolisis lemak sehingga menghasilkan gliserol dan garam asam lemak atau sabun. Menurut Ketaren (1986), reaksi yang terjadi :
Proses hidrolisis dengan menggunakan basa kuat seperti KOH inilah yang disebut dengan proses penyabunan. Setelah itu, dilakukan pemanasan diatas penangas air, ketika temperatur naik maka partikel-partikel molekul yang terdapat dalam larutan bergerak dengan cepat sehingga reaksi dalam larutan tersebut  juga cepat. Kemudian larutan didinginkan dan ditambahkan dengan PP yang berfungsi sebagai indikator agar dapat menentukan titik akhir titrasi sehingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda. PP merupakan asam diprotik dan tidak berwarna. Indikator ini terurai dahulu menjadi tidak berwarna dan kemudian hilangnya proton kedua menjadi ion dengan sistem terkonjugat menghasilkan warna merah dan penambahan proton menghasilkan kation berwarna merah muda. 
Menurut Ketaren (1986), mekanisme yang terjadi pada saat perubahan warna indikator pp yaitu:
Untuk titrasi HCl dan KOH diatas maka digunakan indikator pp disebabkan trayek pH indikator pp adalah sekitar 8,0 – 9,6 dimana trayek pH ini adalah dekat dengan pH titik ekuivalen titrasi HCl-KOH yaitu pada pH 7. Pemilihan indikator yang baik adalah setidak-tidaknya antara -1 pH titik ekuivalen sampai dengan +1 pH titik ekuivalen.  Jika kita pergunakan indikator MO maka titik akhir titrasi akan terjadi terlebih dahulu sebelum titik ekuivalen tercapai. Hal ini akan membuat perhitungan analisis jauh dari akurat.
Reaksi antara KOH dengan HCl :

KCl akan terhidrolis menjadi HCl dan ion OH sehingga ion OH ini yang membuat larutan menjadi basa.
Angka penyabunan pada minyak baru sebesar -257,6 sedangkan angka penyabunan pada minyak bekas sebesar -254,8. Berat molekul kecil maka angka penyabunan besar dan sebaliknya bila minyak mempunyai berat molekul yang besar angka penyabunan kecil. Jadi, pada minyak baru memiliki berat molekul yang besar dibanding minyak lama. Hal ini karena minyak yang disusun oleh asam lemak berantai karbon yang pendek berarti mempunyai berat molekul yang relatif kecil mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya bila minyak mempunyai berat molekul yang besar, maka angka penyabunan relatif kecil.

VII. PENUTUP
7.1 Kesimpulan
7.1.1 Analisa kualitatif 
7.1.1.1 Uji peroksida pada minyak zaitun baru dan tengik menghasilkan uji positif dengan membentuk cincin ungu.
7.1.1.2 Uji fosfat pada lesitin positif mengandung fosfat dengan menghasilkan larutan berwarna kuning keruh dan terbentuknya endapan 
7.1.1.3 Uji kolesterol pada minyak baru menghasilkan larutan bening dan minyak zaitun tengik menghasilkan lapisan atas bening dan lapisan bawah biru, pada minyak ikan menghasilkan larutan berwarna ungu dan berubah menjadi coklat kemerahan, pada putih telur puyuh menghasilkan gumpalan putih dan kuning telur puyuh menghasilkan gumpalan kuning. 
7.1.2 Analisa kuantitatif 
7.1.2.1 Penentuan angka iod untuk minyak zaitun baru menghasilkan angka iod sebesar 9,9 dan untuk minyak zaitun tengik 3,55 
7.1.2.2 Penentuan angka penyabunan untuk minyak zaitun baru menghasilkan angka penyabunan sebesar -257,6 dengan BM rata-rata lemak sebesar -652,17 dan angka penyabunan untuk minyak zaitun tengik sebesar -254,8 dengan BM rata-rata lemak sebesar -659,3.

7.2 Saran
7.2.1 Sebaiknya sebelum dan sesudah praktikum, alat–alat yang digunakan dicuci terlebih dahulu agar steril
7.2.2 Sebaiknya titrasi dilakukan dengan teliti dan hati hati agar tidak terjadi kesalahan

LAMPIRAN
Perhitungan
a. Penentuan Angka Iod
Na2S2O3 yang dibutuhkan pada :
Minyak zaitun baru = 3,4 mL
Minyak zaitun tengik = 4,8 mL
Blanko = 7,3 mL
Bilangan Iod minyak zaitun baru
b. Penentuan Angka Penyabunan
Diketahui: VHCl  minyak zaitun baru   = 36,9 mL
           VHCl  minyak zaitun tengik = 37 mL
                 VHCl  blanko             = 27,8 mL
Ditanya    : Angka penyabunan dan BM rata-rata lemak?
Dijawab   :
Minyak zaitun baru
    Angka penyabunan=(VHCl blanko-VHCl minyak baru) x M.KOHalkoholis x 56
                                        =(27,8ml-37ml) x 0,5M x 56
                                        =-9,2ml x 0,5M x 56
                = -257,6
 Minyak zaitun tengik
Angka penyabunan=(VHCl blanko-VHCl minyak bekas) x M.KOH alkoholis x 56
        =(27,8ml-36,9ml) x 0,5M x 56
               =-9,1ml x 0,5M x 56
                         =-254,8

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M.N., 2001, Kamus Kimia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 
Basri,S, 1996, Kamus Kimia, Rineka Cipta, Jakarta
Brady, James, 1997, Kimia Universitas, Binarupa Aksara, Jakarta
Fessenden, R., 1982, Organic Chemistry, Willard Grant Press Publisher, USA
Fessenden, R., 1999, Organic Chemistry, Willard Grant Press Publisher, USA
Grant, 1987, Chemical Dictionary, Mc Graw Hill, USA
Halliwell and Gutteridge, 1999, Free Radiack And In Biology and Medicine, Oxford, University Press 
Hart,H, 1983, Organic Chemistry-A Short Course, edisi ke 5, Houghton Miffin Company, Boston
Ketaren, 1986, Minyak dan Lemak Pangan, UI Press, Jakarta 
Khopkar, 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta
Kuswati,dkk, 2001, Sains Kimia, Bumi Aksara, Jakarta
Mayers.P.A, 1992, Biokimia Harper, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Mulyono, 2001, Kamus Kimia, Grasindo, Bandung
Page,D.S., 1981, Prinsip-prinsip Biokimia, Erlangga, Jakarta
Poedjiadi, 1994, Dasar-dasar Biokimia, Universitas Indonesia, Jakarta
Pudjaatmaka. H, 2003, Kamus Kimia Organik, Depdikbud, Jakarta
Sumardjo.D, 1998, Kimia Kedokteran Undip, edisi ke 3, Universitas Diponegoro, Semarang
Willey, J, 2001, Hawley’s Condensed Chemical Dictionary, edisi ke 14, John Willey and Sons Inc, New York

Download
Tinggalkan komentar atau masukan jika ini bermanfaat. 
Tag : Praktikum
0 Komentar untuk "PERCOBAAN I - LIPID : ANALISA KUALITATIF DAN KUANTITATIF ( Praktikum Biokimia )"

Back To Top