BAB 1. SIFAT-SIFAT FISIK LARUTAN DAN KOLOID (Kimia Dasar II)


Tujuan Instruksional Umum (TIU):
Mahasiswa mampu menjelaskan beberapa konsep-konsep dasar ilmu kimia.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK):
Bila mahasiswa diberikan suatu zat atau campuran dua atau lebih zat maka mahasiswa mampu menjelaskan kelarutan, jenis dan sifat campurannya.
:

Motivasi:
Apa makna Gambar 1.1 yaitu struktur 3-dimensi molekul glukosa dan segmen dimer selulosa, salah satu contoh zat terlarut, dengan pokok bahasan sifat-sifat fisik larutan dan koloid? Glukosa adalah contoh senyawa yang dapat larut dalam air. Senyawa glukosa dapat larut dalam air karena molekul glukosa mempunyai struktur geometri 3-dimensi yang membuatnya bersifat polar sehingga dapat berinteraksi dengan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air. Ikatan kimia yang membahas struktur geometri molekul menjadi landasan untuk memahami larutan dan sifat-sifat fisiknya. Molekul glukosa jauh lebih besar dari molekul air sehingga sukar menerapkan teori VSEPR untuk memprediksi geometri dan momen dipol molekul glukosa. Kesulitan ini dapat diatasi dengan metode komputasi, yang dapat menghasilkan momen dipol dan geometri seperti gambar 1.1.
Segmen dimer glukosa adalah molekul geometri molekul yang hampir sama dengan molekul glukosa. Molekul ini diperkirakan masih bersifat polar sehingga dapat larut dalam air.
Bagaimana dengan satu rantai polimer selulosa, apakah masih dapat larut dalam air? Satu molekul rantai molekul selulosa mempunyai jumlah gugus OH yang jauh lebih banyak dari pada glukosa, sehingga diperkirakan tetap larut dalam air. Permasalahannya adalah, bagaimana cara memperoleh satu rantai molekul polimer selulosa?

1.1 Pendahuluan

Mengapa perlu mempelajari sifat-sifat fisik larutan dan koloid? Umumnya reaksi kimia terjadi dalam larutan, antara ion atau molekul yang terlarut dalam air atau pelarut lain. Selain itu, pemanfaatan suatu zat tidak selalu dalam keadaan murni tetapi dilarutkan ke dalam zat lain. Atau ketika memanfaatkan suatu zat maka zat tersebut harus berada dalam media lain atau media dimana zat lain berada. Oleh karena itu sebelum zat dimanfaatkan atau bereaksi dengan zat lain maka perlu dipahami lebih dahulu: (a) sifat-sifat makroskopik keadaan murni masing-masing zat pembentuk larutan, dan (b) apa yang terjadi bila masing-masing zat pembentuk larutan tersebut yang disebut zat terlarut dan pelarut dicampurkan.
Mengapa zat dapat bercampur atau berada dalam zat lain? Atau mengapa zat yang disebut zat terlarut dapat larut di dalam zat lain yang disebut pelarut? Salah satu konsep dasar yang penting untuk memahami ini adalah adanya gaya-gaya atau energi interaksi antarmolekul antara zat terlarut dan pelarut. Salah satu hukum yang menjelaskan gaya-gaya interaksi antarmolekul adalah potensial Lennard-Jones(1). Hasil pencampuran dapat mempengaruhi sifat-sifat zat murni seperti kelarutan, titik didih, dan titik leleh.
Salah satu zat yang banyak digunakan sebagai pelarut adalah air. Air mempunyai kemampuan melarutkan berbagai jenis zat menghasilkan suatu campuran homogen. Pada campuran homogen yang melibatkan air, air disebut sebagai pelarut. Air mempunyai rumus molekul H2O dengan massa molekul 18 g/mol dan kerapatan 1 g/mL atau 1000 g/L. Jadi konsentrasi molar air murni adalah 55,6 mol/L. Konsentrasi molar zat yang dilarutkan dalam air adalah pada orde 10-6-10 molar. Jadi konsentrasi molar zat yang dilarutkan jauh lebih rendah dan disebut dengan zat terlarut.
Bagaimana air dapat melarutkan zat terlarut? Berdasarkan struktur Lewis molekul H2O, atom oksigen adalah sebagai pusat dan mempunyai geometri tetrahedral terhadap pasangan elektron valensi. Jadi molekul air akhirnya mempunyai struktur geometri bengkok, yang juga didukung dengan teori VSEPR (Valence Shell Electron Pair Repulsion). Oksigen dengan skala keelektronegatifan 3,5 adalah lebih elektronegatip dibandingkan dengan hidrogen dengan skala keelektronegatifan 2,1 menghasilkan ikatan O-H sebagai ikatan kovalen polar. Berdasarkan ikatan kovalen polar pada O-H dan geometri molekul H2O yang bengkok akan menghasilkan molekul air dengan momen dipol total adalah polar. Jadi, H2O dapat melakukan berbagai jenis interaksi non-kovalen berikut: (a) gaya-gaya dispersi London, (b) interaksi dipol-dipol, (c) interaksi ion-dipol dengan ion-ion, dan (d) ikatan hidrogen.
Berdasarkan struktur Lewis dan geometrinya, air adalah suatu dipol sehingga dapat melakukan interaksi ion-dipol. Molekul-molekul air akan berada disekitar suatu ion dan mengarahkan muatan parsial dipol air ke arah muatan yang berlawanan. Molekul-molekul air akan memisahkan, mengelilingi dan mendispersi ion-ion dari suatu padatan ionik. Meskipun air adalah penghantar listrik yang lemah, ion-ion yang terlarut dalam larutan air dapat menghantarkan listrik. Larutan ionik dalam air disebut elektrolit. Suatu larutan elektrolit (larutan ion) dapat digambarkan dengan konsentrasi senyawa ionik yang terlarut atau konsentrasi komponen anion dan kation.
Bila senyawa molekular terlarut dalam air maka interaksi molekul dengan H2O tidak akan memutus ikatan kovalen apapun. Jadi, kemampuan air melarutkan suatu senyawa molekular didasarkan pada interaksi non-kovalen antara H2O dengan senyawa molekular. Misalnya bila metanol, CH3OH, bercampur dengan air, H2O, maka H2O dapat membentuk ikatan hidrogen dengan gugus alkohol, O-H, dari metanol. Dan dalam hal ini molekul air dapat memisahkan, mengelilingi dan mendispersi molekul metanol.
Senyawa ionik terlarut dalam air dapat dikelompokkan menjadi elektrolit kuat dan lemah. Beberapa senyawa dalam larutan air terdissosiasi sempurna menjadi ion-ion. Ini dapat terjadi pada kebanyakan senyawa ionik, dan beberapa senyawa molekular seperti H-Cl. Senyawa lain hanya mempunyai sedikit kecenderungan terionisasi dalam larutan air. Dengan kata lain, hanya beberapa molekul dalam larutan akan terionisasi, dan kebanyakan molekul akan tetap sebagai senyawa netral, meskipun senyawa tersebut larut sempurna dalam air. Senyawa yang terionisasi sempurna disebut elektrolit kuat. Senyawa yang terionisasi hanya sebagian disebut elektrolit lemah. Contoh senyawa elektrolit kuat adalah HCl dan elektrolit lemah adalah asam asetat, CH3COOH.
Uraian tambahan 1:
Struktur geometri molekul, yang telah dibahas pada Kimia Dasar I, sangat penting untuk menentukan kepolaran suatu molekul. Molekul dapat membentuk berbagai jenis struktur, dan salah satu diantaranya adalah yang paling stabil, misalnya glukosa, tabel 1.1. Berikut adalah struktur geometri molekul H2O, gambar 1.2a, dan interaksi antarmolekul H2O, gambar 1.2b, yang diperoleh dengan pemodelan perhitungan komputasi (1):



Uraian tambahan 2:
Berikut adalah struktur geometri molekul NH3, gambar 1.3a, dan interaksi antarmolekul antar NH3, gambar 1.3b, yang diperoleh dengan pemodelan perhitungan komputasi (1):
 Gambar 1.3a. Struktur 3-dimensi molekul NH3
Gambar 1.3b. Struktur 3-dimensi antarmolekul NH3

Uraian tambahan 3:
Berikut adalah struktur geometri segmen polimer selulosa, gambar 1.6, kitin, gambar 1.7, dan kitosan, gambar 1.8, yang diperoleh dengan pemodelan perhitungan komputasi (2-8):
 
Gambar 1.6. Struktur 3-dimensi segmen polimer selulosa
 
Gambar 1.7. Struktur 3-dimensi segmen polimer kitosan
 
Gambar 1.8. Struktur 3-dimensi segmen polimer kitin

Tabel 1.1. Beberapa kemungkinan struktur geometri molekul glukosa(1)
Uraian di atas adalah deskripsi singkat tentang molekul dan interaksi antarmolekul yang menjadi landasan terjadinya larutan dengan sifat-sifat fisik yang dihasilkannya. Sifat-sifat larutan pada tingkat molekul sangat sukar diukur sehingga harus diukur pada tingkat makroskopik atau “bulk”. Oleh karena itu pembahasan sifat-sifat fisik larutan akan diawali dari sifat-sifat fisik makroskopik zat dalam keadaan murni.

Zat dapat berada dalam keadaan murni dan campuran. Sifat-sifat fisik yang dipelajari dari zat dalam keadaan murni adalah berhubungan dengan fasanya meliputi: (a) fasa gas, (b) fasa cair, dan (c) fasa padat. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari atau di laboratorium jarang terdapat zat dalam keadaan murni, tetapi biasanya merupakan campuran dari beberapa jenis zat.

Sifat fisik campuran berbeda dari komponen murninya, dan dapat lebih menguntungkan dari pada keadaan murninya. Contohnya baja, adalah campuran besi dan unsur lain seperti karbon dan logam-logam lain, bila dicampur dengan perbandingan tertentu mempunyai sifat-fisik lebih baik dari besi, seperti sifat-sifat: (a) kekerasan, dan (b) kekuatan.

Terdapat beberapa jenis campuran yang dapat terjadi dan ukuran partikel (ingat: saat ini sedang berkembang material dengan ukuran partikel nano meter) mempunyai pengaruh pada sifat-sifat campuran. Salah satu dari jenis campuran itu adalah larutan dengan salah satu kegunaan adalah sebagai medium melakukan reaksi kimia.

Komponen paling banyak dari larutan disebut pelarut, dan komponen lebih sedikit disebut zat terlarut. Zat terlarut dapat mempengaruhi sifat-fisik pelarut. Fenomena pengaruh zat terlarut dalam larutan sangat bermanfaat di laboratorium seperti: (a) penentuan massa molekul, (b) penyulingan minyak, dan (c) desalinasi (penghilangan garam) air laut.

1.2 Jenis-Jenis Campuran
Zat murni A dapat dibedakan dari zat murni B atau C berdasarkan komposisi penyusunnya yang konstan (hanya tersusun dari zat itu sendiri), tetapi tidak demikian dengan campuran. Untuk membedakan berbagai jenis campuran digunakan ukuran partikel, dan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu: (a) suspensi, (b) koloid, dan (c) larutan.

Pada suspensi setidaknya satu komponan mempunyai ukuran partikel relatif lebih besar dan terdistribusi dalam partikel lainnya. Contohnya adalah: (a) pasir halus dalam air, (b) asap di udara, dan (c) endapan dalam campuran reaksi. Pada semua contoh di atas ukuran partikal cukup besar sehingga dapat dilihat apakah dengan mata telanjang atau dengan mikroskop. Bila suspensi tidak digoyang, atau dibiarkan, maka partikel tersuspensi akan mengendap karena pengaruh gravitasi, meskipun kecepatan pengendapan tergantung pada ukuran partikel. Contohnya, pasir kasar (ukuran partikel lebih besar) akan lebih cepat mengendap dibandingkan dengan lumpur halus.

Di laboratorium, endapan tersuspensi dapat dipisahkan dari campuran reaksi dangan metoda filtrasi yaitu dengan melewatkannya melalui filter atau penyaring. Sering juga hanya dengan memanfaatkan kecenderungan suspensi mengendap dibawah pengaruh gravitasi, dan proses ini dapat dibantu dengan menggunakan sentrifuge. Pada sentrifuge, campuran diputar dengan cepat, dan akan menghasilkan gaya sentrifugal (gaya keluar) yang merupakan gravitasi tambahan sebagai penggerak endapan ke dasar tabung sentrifuge. Sifat fisik suspensi (atau suspensi padat dalam cairan) seperti titik beku dan tekanan uap tidak banyak dipengaruhi atau mengalami perubahan oleh partikel tersuspensi (berbeda dengan dalam larutan). Jadi, misalnya titik beku air yang mengandung lumpur tetap pada O°C, sama seperti air murni, tetapi air yang mengandung garam NaCl (membentuk larutan dan bukan suspensi) akan membeku di bawah 0oC (disebut penurunan titik beku).

Pada larutan, ukuran partikel pelarut dan zat terlarut adalah pada dimensi atau sebesar molekul tunggal atau ion. Jadi, molekul-molekul tidak bergabung membentuk partikel yang lebih besar. Partikel terdistribusi satu sama lain secara serba sama (uniform) menghasilkan fasa homogen. Distribusi uniform menyebabkan sifat fisik larutan menjadi berbeda dari pelarutnya. Misalnya, air membeku pada 0oC, tetapi dengan penambahan NaCl, larutan NaCl akan membeku pada kurang dari 0oC. Perubahan sifat fisik yang besar antara pelarut dan larutan menyebabkan larutan lebih banyak dipelajari dari pada suspensi.

Selain suspensi dan larutan terdapat jenis campuran ketiga yaitu koloid. Koloid, juga disebut dispersi koloid atau suspensi koloid, adalah suatu campuran peralihan antara larutan dan suspensi, tabel 1.2.
Tabel 1.2. Perbandingan antara larutan, koloid, dan suspensi

LARUTAN KOLOID SUSPENSI
Ukuran partikel: tidak terlihat dengan mata telanjang Ukuran partikel (solute-like):tidak terlihat dengan mata telanjang (1-1000 nm) Ukuran partikel: tidak terlihat dengan mata telanjang atau mikroskop

Salah satu contoh koloid adalah susu yang dihomogenkan. Koloid ini terdiri atas tetesan butterfat dengan ukuran sangat kecil dan terdispersi dalam fasa air. Koloid susu juga mengandung kasein (protein) dan sedikit ingredient (zat lain). Pada koloid seperti susu, ukuran partikel terlarut (solute-like) lebih besar dibandingkan dengan larutan tetapi lebih kecil dibandingkan dengan suspensi. Berdasarkan perbandingan ukuran partikel, koloid adalah dimensi partikel medium, sehingga dalam koloid tidak digunakan istilah pelarut dan zat terlarut tetapi istilah medium pendispersi dan fasa terdispersi. Jadi, dapat dikatakan bahwa (a) ukuran pertikel koloid adalah 1 – 1000 nm, (b) partikel koloid biasanya merupakan kumpulan molekul atau ion, dan (c) terdapat pertikel tunggal seukuran koloid seperti protein.

Zat terlarut bila bertumbukan dapat bergabung menghasilkan partikel dengan ukuran yang lebih besar dan menghasilkan endapan. Pada suspensi bila partikel bertumbukan memerlukan waktu relatif lebih singkat untuk mengendap. Pada koloid, dengan ukuran pertikel lebih besar dari larutan, dapat tersuspensi dalam waktu yang cukup lama dalam medium pendispersi sehingga sukar dihasilkan endapan. Dengan demikian, satu sifat umum koloid adalah tidak mudah dipisahkan oleh pengaruh gravitasi, sehingga ada istilah kestabilan koloid. Sama seperti suspensi, jumlah relatif partikel koloid dalam campuran adalah kecil dibandingkan dengan jumlah medium pendispersi. Oleh karena itu sifat fisik koloid tidak jauh berbeda dengan medium pendispersi.

Jenis-jenis koloid dibedakan berdasarkan wujud fasa terdispersi dan wujud medium pendispersi. Ada 3 wujud zat sehingga ada 9 jenis koloid. Tetapi semua gas bercampur secara uniform dengan gas lain, sehingga jenis koloid yang ada adalah 8. Partikel koloid terlalu kecil sehingga tidak dapat dilihat oleh mata telanjang atau mikroskop biasa. Partikel koloid dapat menghamburkan cahaya datang dengan sudut hambur besar, dan bila konsentrasi besar maka cahaya tidak dapat menembusnya.

Cahaya yang dilewatkan pada koloid dapat diserap dan dihamburkan oleh partikel. Bila agak pekat maka koloid tampak seperti awan dan jika sangat encer akan tampak transfaran. Contoh koloid transfaran adalah dispersi koloid kanji encer dalam air. Perbedaan antara koloid dapat dipelajari dengan cara melewatkan cahaya. Pada koloid, jalannya sinar dapat terlihat karena cahaya dihamburkan, dan fenomena ini disebut efek Tyndall. Pada larutan, partikel zat terlarut terlalu kecil sehingga tidak dapat menghamburkan cahaya, oleh karena itu tidak dapat menunjukkan efek Tyndall.

1.3 Tekanan Uap Larutan
Efek pembuatan suatu larutan pada sifat kimia komponen-komponennya adalah kecil. Contohnya, Na akan bereaksi dengan air menghasilkan Na+ bila dimasukkan ke dalam larutan, dan akan memberikan hasil yang sama bila Na dimasukkan ke dalam air destilasi. Tetapi sifat fisik zat sering berubah bila menjadi bagian dari larutan. Contohnya, air akan membeku dan dapat meretakkan blok mesin mobil bila t=0°C, tetapi air yang sama tidak akan membeku pada t=0°C bila ke dalamnya ditambahkan etilen glikol, yang disebut zat anti beku.

Salah satu sifat fisik larutan yang dapat dipengaruhi oleh zat terlarut adalah tekanan uap. Jika zat terlarut adalah non-volatile (zat yang tidak mudah menguap) maka tekanan uap pelarut turun. Jika zat terlarut dikeluarkan maka tekanan kesetimbangan yang disebabkan olen uap pelarut, Plarutan, berbanding lurus dengan fraksi mol pelarut, Xpelarut, gambar 1.9, dan dikenal dengan hukum Raoult:

dengan P°pelarut adalah tekanan uap pelarut murni.

Gambar 1.9. Grafik hubungan tekanan uap dengan fraksi mol pelarut adalahberbanding lurus
Contoh 1:
Suatu larutan mengandung 95% air dan 5% gula, tentukan tekanan uap larutan. Tekanan uap air adalah 1 atm.
Penyelesaian:
Berdasarkan komposisi larutan maka fraksi mol pelarut, Xpelarut = 0,95. Pada temperatur dimana tekanan uap air adalah l atm, tekanan larutan di atas adalah,
P larutan = 0,95 x l atm = 0,95 atm
Hukum Raoult dapat dijelaskan dengan mudah dari sudut pandang molekul. Misalnya, kita membuat larutan dari zat terlarut non-volatile dengan fraksi mol pelarut sebesar 0,6. Pada larutan terdapat 60% molekul pelarut, sehingga untuk permukaan dengan luas tertentu terdapat 60% molekul pelarut dan 40% molekul zat terlarut. Ini berarti hanya 60% molekul yang dapat menguap dibandingkan dengan pelarut murninya, sehingga tekanan uap larutan turun hingga 60% dari tekanan uap pelarut. Inilah sebenarnya yang dimaksud dengan hukum Raoult.
1.3.1 Larutan lebih dari satu komponen volatile
Pada beberapa larutan, seperti benzena dan CCl4, pelarut dan zat terlarut adalah mudah menguap. Dalam hal ini uap mengandung kedua jenis zat dan tekanannya adalah jumlah tekanan parsial masing-masing komponen. Tekanan parsial juga memenuhi hukum Raoult, sehingga bila ada komponen A dan B maka tekanan parsial A dan B masing-masing PA dan PB adalah
(1.2a)
(1.2b)
dan tekanan total adalah
(1.3)
1.3.2 Larutan ideal dan non-ideal
Bila digambarkan hubungan antara PA dengan XA, PB dengan XB, dan PT yaitu penjumlahan PA dan PB, maka diperoleh garis lurus, gambar 1.10. Pasangan dua komponen zat yang mudah menguap membentuk larutan dengan sifat seperti pada gambar l.10 disebut larutan ideal. Salah satu contoh larutan yang mendekati sifat demikian adalah pasangan benzena-CCl4.
Gambar 1.10. Grafik tekanan uap sistem dua komponen larutan idea
Gambar 1.11. Grafik tekanan uap sistem dua komponen larutan non ideal: (a) deviasi negatip, (b) deviasi positip.
Uraian tambahan 4:
Kompetisi interaksi zat terlarut…pelarut, zat terlarut…zat terlarut, dan pelarut…pelarut campuran volatile-volatile (A-B) dapat digambarkan dengan H2O…C2H5OH, C2H5OH…C2H5OH, dan H2O…H2O, gambar 1.12, yang diperoleh dengan pemodelan perhitungan komputasi (1):
(a) E=-22,740 kJ/mol
(b) E=-23,850 kJ/mol
(c) E=-23,183 kJ/mol
Gambar 1.12. Interaksi (a) H2O…C2H5OH, (b) C2H5OH…C2H5OH, dan (c) H2O…H2O, masing-masing dengan energi -22,740, -23,850, dan -23,183 kJ/mol
Uraian tambahan 5:
Contoh lain campuran volatile-volatile (A-B) adalah H2O…C2H6O, C2H6O…C2H6O, dan H2O…H2O, gambar 1.13, yang diperoleh dengan pemodelan perhitungan komputasi (1):
(b)E=-21,887 kJ/mol
(c) E=-7,539 kJ/mol
Gambar 1.13. Interaksi (a) H2O…C2H6O, (b) C2H6O…C2H6O, masing-masing dengan energi -21,887 dan -7,539 kJ/mol
Uraian tambahan 6:
Potensial interaksi H2O…C2H5OH, C2H5OH…C2H5OH, dan H2O…H2O, dapat digambarkan dengan gambar 1.14, yang diperoleh dengan pemodelan perhitungan komputasi (1):
 
                          (a)                                                                                                 (b)

                           (c)
Gambar 1.14. Potensial Interaksi (a) H2O…H2O, (b) H2O…C2H6O, dan (c) C2H6O…C2H6O
Dari hasil percobaan, hanya sedikit campuran volatile-volatile (A-B) pada semua komposisi yang memenuhi hukum Raoult. Biasanya tekanan uap terukur lebih besar atau lebih kecil dari perkiraan hukum Raoult. Jika tekanan uap lebih besar dari perkiraan hukum Raoult maka disebut deviasi positip, gambar 1.11(a), jika lebih rendah disebut deviasi negatip, gambar 1.11(b).

Sifat non-ideal larutan disebabkan oleh kekuatan relatif tarik-manarik antara molekul zat terlarut dan pelarut. Bila gaya tarik-menarik antara zat terlarut…pelarut lebih lemah dari gaya tarik-menarik antara zat terlarut…zat terlarut atau antara pelarut…pelarut maka partikel zat terlarut atau pelarut lebih kuat terikat dalam keadaan murni dari pada dalam larutan. Dengan demikian kecenderungan meninggalkan sistem lebih besar pada larutan daripada zat terlarut murni atau pelarut murni. Akibatnya, tekanan parsial lebih besar dari perkiraan hukum Raoult sehingga tekanan uap total lebih besar dari yang diperkirakan. Sistem ini disebut memperlihatkan deviasi positip. Hal sebaliknya akan dihasilkan bila tarik-menarik zat terlarut…pelarut lebih besar daripada tarik-menarik zat terlarut…zat terlarut dan pelarut…pelarut. Sistem ini disebut memperlihatkan deviasi negatip.
Bila molekul tarik-menarik maka dapat membebaskan atau menyerap panas. Dengan kata lain, terdapat korelasi antara panas larutan dan deviasi dari hukum Raoult.

1.3.3 Destilasi terfraksinasi
Sifat tekanan uap larutan dapat dimanfaatkan pada proses pemisahan, dan disebut destilasi. Bila ingin memisahkan NaCl dari air untuk mendapatkan air murni maka dapat dilakukan dangan menguapkan pelarut air dan kemudian dikondensasikan. Proses ini disebut destilasi biasa. Bila pemisahan dilakukan pada campuran komponen yang mudah menguap, cara yang digunakan agar dapat berhasil memisahkan semua komponen-komponen campuran disebut destilasi terfraksi. Teori proses pemisahan dengan cara destilasi dibahas lebih mendalam pada matakuliah kimia fisik, sedangkan pengalaman pemisahan dangan cara destilasi dapat diperoleh pada matakuliah praktikum kimia organik.

1.4 Penurunan Titik Beku dan Kenaikan Titik Didih
Pada sub-bab 1.3 telah dibahas bahwa zat tarlarut non-volatile dapat menurunkan tekanan uap larutan. Fenomena penambahan zat terlarut non-volatile juga mempengaruhi sifat-sifat fisik larutan seperti titik beku dan titik didih.
Gambar 1.15 memperlihatkan diagram fasa air. Dari grafik ini dapat dibaca titik beku dan titik didih normal. Titik beku normal, Tb, adalah temperatur dimana garis kesetimbangan padat-cair memotong garis tekanan 1 atmosfer, sedangkan titik didih normal adalah temperatur dimana garis kesetimbangan gas-cair memotong garis tekanan 1 atmosfer.
Gambar 1.15. Diagram fasa air: (a) grafik garis (─) pelarut murni, (b) grafik titik-titik (…) larutan.
Pada gambar 1.15 dapat juga diplot kurva tekanan uap larutan yang mengandung zat terlarut non-volatile. Pada temperatur berapa pun, tekanan uap larutan lebih rendah dari pelarut murni. Pada larutan, temperatur untuk mencapai tekanan 1 atmosfer lebih besar daripada pelarut murni. Dengan kata lain, titik didih larutan, Td-l, lebih tinggi daripada pelarutnya, Td-p. Pada gambar terlihat bahwa besarnya kenaikan titik didih didefinisikan dengan ΔTd, yaitu Td-l dikurangi Td-p.
Pada gambar 1.15 juga ditemukan titik tripel baru, Tr’, yang terjadi pada perpotongan kurva tekanan uap larutan dengan kurva tekanan uap padatan untuk pelarut murni. Biasanya, partikel zat terlarut tidak dapat masuk ke kisi yang terbentuk karena pembekuan pelarut, sehingga padatan yang terbéntuk adalah pelarut murni. Akibatnya, kurva tekanan uap bagian padatan untuk larutan dan pelarut adalah berimpitan. Garis kesetimbangan padat-cair, yang menyatakan titik beku sebagai fungsi tekanan, diperoleh dari titik tripel. Karena titik tripel baru untuk larutan berada di kiri pelarut murni maka titik beku larutan lebih rendah daripada pelarut murni. Besarnya penurunan titik beku ini didefinisikan dengan ΔTb, yaitu Tb-l dikurangi Tb-p.

Jadi, adanya zat terlarut akan memperbesar daerah cairan diagram fasa larutan dengan cara kenaikan titik didih dan penurunan titik beku. Salah satu penggunaan paling umum fenomena ini adalah pemakaian larutan anti beku (antifroezo) di dalam radiator mobil. Zat terlarut yang biasa digunakan adalah etilen glikol, C2H4(OH)2, yang larut sempurna dalam air dan mempunyai tekanan uap sangat rendah. Pada musim dingin, etilen glikol melindungi mobil melalui poncegahan pembekuan air dalam radiator. Pada musim panas, zat anti beku juga melindungi radiator dari pendidihan yang lebih mudah bila diisi dengan air murni. Pada larutan encer, besarnya kenaikan titik didih dan penurunan titik beku tergantung pada molalitas zat terlarut dalam larutan,
dengan Kd dan Kb masing-masing adalah konstanta kenaikan titik didih dan penurunan titik beku molal, dan khas untuk setiap pelarut, tabel 1.3.

Contoh 2:
Tentukan titik didih dan titik beku larutan 1 mol gula dalam 1000 g air. Konstanta Kd dan Kb masing-masing adalah 0,51 dan 1,86, tabel 1.3.
Penyelesaian:
Berdasarkan komposisi larutan maka konsentrasi molal larutan, m = 1. Pada tekanan l atm, titik didih dan titik beku air masing-masing adalah 100 oC dan 0 oC. Kenaikan titik didih dan penurunan titik beku masing-masing adalah:
Titik beku turun 1,86 °C dan titik didih naik 0,51°C. Larutan membeku pada -0,86 °C dan mendidih pada 100,51 °C bila tekanan udara 1 atm.



Contoh 3:
Suatu larutan terdiri dari 3,8 gram asam asetat dalam 80 gram benzena mempunyai titik beku 3,5 oC. Tentukan massa molar larutan. Harga tetapan penurunan titik beku benzena, Kb, adalah 5,12 oC/molal, titik  beku pelarut murni benzena adalah 5,5 oC, tabel 1.3.
Makna soal:
Sifat-sifat fisik larutan dan koloid biasanya dipelajari setelah mempelajari gaya-gaya interaksi antarmolekul dalam fasa gas, cair, dan padatan. Contoh berikut menunjukkan pentingnya sebelumnya memahami gaya-gaya interaksi antarmolekul seperti ikatan hidrogen pada fenomena penurunan titik beku pelarut.
Asam asetat adalah molekul polar yang larut dalam air, molekul yang juga bersifat polar. Kedua molekul dapat membentuk ikatan hidrogen yang menyebabkan kelarutan asam asetat dalam air sangat besar. Bagaimana kelarutan asam asetat dalam benzena? Asam asetat ternyata dapat larut dalam benzena meskipun mempunyai sifat kepolaran yang sangat berbeda. Molekul benzena adalah molekul non-polar sehingga dapat diperkirakan membentuk ikatan hidrogen yang lemah dengan asam asetat. Pertanyaan, mengapa asam asetat dapat larut dalam benzena? Contoh di atas adalah sebuah hasil eksperimen sifat-sifat koligatif larutan yang dapat menjelaskan fenomena gaya-gaya interaksi antarmolekul.
Penyelesaian:
 
Makna hasil perhitungan:
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa zat terlarut adalah dimer asam asetat karena massa molar 121,6 g/mol adalah kira-kira dua kali massa molar satu molekul asam asetat (CH3COOH, massa molar 60 g/mol). Dimer asam asetat (pengertian dalam kimia supramolekul) adalah molekul yang terdiri dari dua molekul asam asetat yang saling berinteraksi dengan ikatan hidrogen. Gambar struktur Lewis dimer molekulnya adalah:

Dimer molekul asam asetat (menjadi kurang polar dibandingkan dengan satu molekul asam asetat) adalah lebih disukai dalam pelarut benzena yang bersifat non-polar dibandingkan dengan dimer antara asam asetat yang polar dengan benzena yang non polar. Dua gambar struktur Lewis dimer molekul yang mungkin adalah:

Struktur geometri yang lebih disukai adalah yang lebih stabil secara energitika, dan dapat dihitung dengan metode komputasi.


Tabel 1.3. Harga konstanta Kd dan Kb beberapa pelarut
Massa molekul dapat ditentukan melalui pengukuran penurunan titik beku dan kenaikan titik didih. Bila zat terlarut adalah non-volatile maka dapat menghasilkan efek-efek pada larutan yaitu: (a) penurunan tekanan uap, (b) penurunan titik beku, dan (c) kenaikan titik didih. Sifat-sifat larutan yang tergantung hanya pada jumlah relatif partikel zat terlarut dan pelarut disebut sifat-sifat koligatif larutan.
Pada sifat koligatif larutan yang penting adalah konsentrasi atau jumlah relatif dan bukan jumlah absolut. Oleh karena itu fenomena ini dapat digunakan untuk mengukur massa molekul zat.

1.5 Tekanan Osmosa
Proses dimana pelarut bergerak dari larutan encer ke larutan lebih pekat melalui lapisan atau film tipis yang secara selektif dapat melewatkan pelarut tetapi menahan zat terlarut disebut osmosis. Lapisan tipis demikian disebut membran semipermiabel. Contohnya adalah jenis kertas dari kulit dan zat anorganik seperti gelatin. Proses yang sama seperti osmosis, tetapi disamping dapat melewatkan pelarut juga dapat melewatkan ion dan molekul kecil kecuali molekul besar seperti protein (polimer asam amino), tabel 1.4, disebut dialisis. Dialisis biasanya terjadi pada dinding sel tumbuhan dan hewan. Jadi proses osmosis adalah proses dialisis terbatas.

Pada proses osmosis terdapat gerakan untuk menyamakan konsentrasi antara dua larutan yang bersentuhan satu sama lain melewati membran. Kecepatan bergerak molekul pelarut melalui membran ke arah larutan yang pekat adalah lebih besar daripada kecepatan bergerak ke arah yang berlawanan, diduga karena konsentrasi pelarut pada permukaan membran lebih besar di sisi larutan encer, gambar 1.16.
Gambar 1.16. Proses osmosis: →, pergerakan pelarut melalui membran (…).
Tabel 1.4. Struktur Lewis beberapa asam amino (9-10)
*) Dibahas pada matakuliah Analisis Organik dan Spektroskopi Kimia
Hal yang sama akan terjadi pada sistem dua larutan dengan konsentrasi zat terlarut non-vo1atile tidak sama yang ditempatkan dalam ruang tertutup, gambar 1.17. Kecepatan penguapan larutan encer lebih besar daripada larutan pekat, tetapi kecepatan kembali ke masing-masing larutan adalah sama (kedua larutan bersentuhan dengan fasa gas yang sama). Akibatnya, kedua larutan tidak setimbang dengan uapnya. Pada larutan encer kecepatan penguapan lebih besar daripada kondensasi, tetapi pada larutan pekat kecepatan kondensasi lebih besar daripada penguapan. Secara keseluruhan adalah perpindahan pelarut dari larutan encer ke larutan pekat hingga kedua larutan mencapai konsentrasi yang sama.
Gambar 1.17. Tekanan uap larutan encer lebih besar daripada larutan pekat menyebabkan pergerakan pelarut melalui membran.
Eksperimen osmosis dapat dilakukan dengan menggunakan alat seperti pada gambar l.18, dengan menempatkan larutan di bagian tengah dan pelarut murni di bagian luar, sehingga aliran total yaitu pelarut ke dalam larutan melalui dinding semipermiabel akan menaikkan volume bagian dalam. Proses ini menyebabkan tinggi cairan dalam kolom kapiler naik. Cairan dalam kolom kapiler yang naik melebihi permukaan pelarut akan menghasilkan tekanan sama seperti merkuri dalam barometer. Tekanan ini cenderung meningkatkan kecepatan aliran pelarut dari larutan ke pelarut murni, sehingga kecepatan total osmosis menurun jika tinggi cairan makin naik. Pada akhirnya proses osmosis berhenti, dan tekanan di dalam larutan pada titik setimbang ini, yang sebanding dengan ketinggian cairan dalam kapiler, h, disebut tekanan osmosis larutan, π.
Gambar 1.18. Metode penguluran tekanan osmosis.
Untuk larutan encer, tekanan osmosis sebanding dengan molaritas, M, dengan konstanta proporsional RT dimana R adalan tetapan gas dan T adalah temperatur absolut, atau:

Contoh 3:
Tentukan tekanan osmosis larutan 0,01 mol/l pada T kamar (298 K).
Penyelesaian:
Tekanan osmosis larutan adalah:
Tekanan ini cukup untuk mendorong naiknya air dalam kolom setinggi 8,1 kaki.
Tekanan osmosis sangat besar meskipun larutannya cukup encer. Karena tekanan osmosis berubah sangat besar hanya dengan perubahan konsentrasi yang sangat kecil, maka sangat penting untuk diperhatikan agar fluida yang ditambahkan ke dalam tubuh secara intravena tidak mengubah tekanan osmosis darah. Jika fluida darah terlalu encer, tekanan osmosis dalam sel darah dapat merusak sel darah itu sendiri. Sebaliknya, jika fluida darah terlalu pekat, air akan berdifusi keluar sel dan tidak dapat berfungsi lagi. Oleh sebab itu, perhatikan agar larutan yang digunakan mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan larutan dalam sel. Larutan demikian disebut larutan isotonik.
Perbedaan tekanan osmosis yang besar antara dua larutan dengan perbedaan konsentrasi kecil, dapat dimanfaatkan sebagai metoda penentuan massa molekul polimer yang sangat besar (polimer sintetik atau biologis). Penentuan massa molekul juga dapat ditentukan dengan penurunan titik beku dan kenaikan titik didih.

Contoh 4:
Tentukan penurunan titik beku larutan dengan massa zat terlarut 15 g dan massa molekul 30.000 dalam 1000 g air.
Penyelesaian:
Konsentrasi larutan adalah 0,0005 molal. Penurunan titik beku larutan adalah:
Penurunan temperatur sebesar ini boleh dikatakan tidak terdeteksi atau tidak terukur.

Contoh 5:
Tentukan tekanan osmosis larutan dengan massa zat terlarut 15 g dan massa molekul 30.000 dalam 1000 g air.
Penyelesaian:
Pelarut adalah air dan sangat encer maka molalitas sama dengan molaritas. Tekanan osmosis larutan pada temperatur kamar (298 K) adalah:
Tekanan osmosis 0,012 atm setara dengan 9,1 mmHg. Jika larutan mempunyai kerapatan 1 g/mL, maka tekanan ini dapat menghasikan ketinggian larutan dalam kolom 12,3 cm. Ketinggian sebesar ini mudah diukur, sehingga metoda pengukuran tekanan osmosis sangat baik digunakan untuk menentukan massa molekul yang besar.

1.6 Osmosa Balik dan Pemurnian Air
Proses osmosis dapat dibalik jika diberikan tekanan dari luar yang lebih besar dari tekanan osmosis. Fenomena ini dapat digunakan untuk pemurnian air, khusus desalinasi air laut, dengan alat seperti pada gambar 1.19. Jika tidak ada tekanan diberikan dari luar ke dalam larutan air garam, osmosis akan memindahkan air ke dalam larutan dan berangsur-angsur bertambah encer. Bila diberikan tekanan dari luar, P, yang lebih besar dari tekanan osmosis, maka osmosis digerakkan pada arah berlawanan yaitu dari larutan ke air murni.
Tekanan yang diperlukan untuk proses osmosis balik cukup besar sehingga diperlukan membran yang mampu menahan tekanan. Bahan untuk ini adalah film selulosa asetat. Selulosa asetat adalah permiabel terhadap air tetapi tidak permiabel terhadap ion-ion dan pengotor dalam air laut. Perusahaan desalinasi dapat menghasilkan 3.000.000 galon air segar per hari.

1.7 Larutan Elektrolit
Hingga sub-bab 1.7 pembahasan dibatasi pada larutan non-e1ektrolit. Sifat koligatif larutan tergantung pada jumlah partikel yang ada pada larutan. Bila 1 mol larutan non-elektrolit seperti gula dimasukkan ke dalam air akan menghasilkan 1 mol partikel dan membeku pada 1,86 °C di bawah titik beku air murni. Tetapi 1 mol larutan e1ektrolit seperti NaCl mengandung 2 mol partikel yaitu 1 mol Na+ dan 1 mol ion Cl- sehingga secara teoritik titik bekunya turun dua kali larutan gula atau sebesar 3,72 °C bila dilarutkan dalam 1000 g air. Satu molal larutan CaC12 di dalam 1000 g air mengalami penurunan titik beku 3 kali dari larutan 1 molal glukosa.
Gambar 1.19. Proses osmosis balik dengan tekanan P: →, pergerakan pelarut melalui membran (…) dari air laut menuju air segar.

1.8 Koloid
Zat terlarut dalam larutan yang telah dibahas hingga pada sub bab 1.7 adalah ion-ion atau molekul-molekul kecil. Ion atau molekul demikian membentuk larutan homogen dengan pelarut. Ion atau molekul demikian tidak mengendap dari larutan, atau tenggelam ke dasar larutan, setelah dalam selang waktu tertentu. Gaya gravitasi kecil dibandingkan dengan energi kinetik molekul dalam larutan. Jika zat terlarut menjadi lebih besar, pada titik tertentu zat terlarut mulai mengendap, atau tenggelam ke dasar pelarut.

Gaya-gaya gravitasi lebih besar dibandingkan dengan energi kinetik molekul dalam larutan. Dalam hal ini, larutan tidak homogen lagi, tetapi adalah campuran heterogen. Sifat lain molekul zat terlarut ukuran besar, atau komponen dengan berat molekul besar dalam campuran, adalah interaksi molekul demikian dengan cahaya. Interaksi cahaya dengan molekul dapat mengeksitasi elektron dan menghasilkan emisi foton. Jadi cahaya dihamburkan dengan berinteraksinya dengan molekul. Jika sampel adalah homogen, maka gelombang cahaya sekunder ini menunjukkan interferensi konstruktif dan destruktif yang acak dan homogen dalam semua arah. Hasil keseluruhan adalah bahwa gelombang cahaya sekunder adalah terang.

Jika sampel tidak homogen, dalam hal ukuran partikel terhadap panjang gelombang cahaya, maka gelombang cahaya sekunder mempunyai interferensi konstruktif dan destruktif tidak homogen. Hasilnya adalah bahwa cahaya tampak terhamburkan pada arah acak, dan sampel adalah tak tembus cahaya, dan larutan koloid tampak seperti awan.
Tabel 1.5. Jenis-Jenis Koloid (11,12)

1.9 Kestabilan Dispersi Koloid
Agar koloid tetap stabil (tidak mengendap atau menggumpal), maka partikel-partikelnya harus dicegah agar tidak melekat (berinteraksi) satu dengan yang lain setelah bertumbukan. Jika melekat maka ukuran partikel bertumbuh makin basar dan berangsur-angsur terpisah dari campuran. Koloid emulsi (cairan terdispersi dalam cairan) akan stabil bila ditambahkan zat pengemulsi. Dua contoh koloid emulsi adalah susu dan buah selada. Kedua jenis koloid di atas adalah dispersi minyak dalam air. Minyak dan air adalah dua cairan (masing-masing non polar dan polar) yang tidak saling barcampur, dan setelah campuran diaduk akan cenderung terpisah dengan cepat menjadi dua fasa terpisah. Pada buah selada pemisahan ini dicegah dengan penambahan kuning telur yang membentuk lapisan pelindung di sekitar tetesan-tetesan minyak. Kuning telur berfungsi sebagai penstabil koloid emulsi buah selada. Pada susu zat pengemulsi adalah kasein.

Koloid dari zat padat yang terdispersi dalam cairan (sol) biasanya distabilkan dengan adsorpsi ion pada permukaan partikel koloid. Contohnya adalah sol berwarna merah yang terbentuk jika larutan FeC13 ditambahkan ke dalam air mendidih. Koloid dapat menjadi tidak stabil dengan menghilangkan pengaruh zat penstabil. Bila ini dilakukan maka partikel akan berkumpul dan bertumbuh makin besar hingga akhirnya terpisah atau terkoagulasi.

Sol yang terbentuk dari oksida Fe(III) terhidrat dapat dikoagulasi dengan penambahan elektrolit yang mampu menetralkan muatan pada permukaan partikelnya. Contohnya, penambanan larutan yang mengandung ion fosfat akan mengendapkan sol Fe(III). Ion PO43+ yang bermuatan negatif berkumpul di sekitar ion Fe3+ yang bermuatan positif yang ada pada parmukaan partikel koloid. Penetralan muatan pada partikel koloid menyebabkan partikel bertumbukan dan bertumbuh dan akhirnya akan mengendap.

Soal-Soal
1. Jelaskan proses pelarutan pada tingkat molekul zat padat dalam cairan.
2. Jelaskan “like dissolves like” berdasarkan gaya-gaya intermolekul.
3. Apa yang dimaksud dengan larutan. Apa faktor yang mempengaruhi terjadinya larutan? Berikan dua contoh larutan yang melibatkan: (a) interaksi dipol ion dan (b) gaya-gaya dispersi.
4. Proses larutan dapat terjadi secara eksoterm. Berikan uraian interpretasi molekular proses tersebut.
5. Jelaskan mengapa proses larutan akan menuju kenaikan ketidakteraturan.
6. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan zat padat dalam cairan.
7. Apa yang dimaksud dengan: dua cairan adalah miscible.
8. Mengapa naftalen lebih larut dari pada CsF dalam benzena.
9. Jelaskan mengapa etanol tidak larut dalam sikloheksana.
10. Susunlah senyawa-senyawa berikut berdasarkan kenaikan kelarutan dalam air: O2, LiCl, Br2, dan metanol.
11. Jelaskan variasi kelarutan alkohol berikut dalam:
Senyawa Kelarutan dalam air, 20oC, g/100 g
CH3OH ∞
CH3CH2OH ∞
CH3CH2CH2OH ∞
CH3CH2CH2CH2OH ∞
CH3CH2CH2CH2CH2OH 2,7
12. Sebutkan dan jelaskan alkohol mana pada daftar soal 11.11 yang diharapkan dapat menjadi pelarut terbaik untuk setiap senyawa berikut: I2, KBr, dan CH3CH2CH2CH2CH3.
13. Garam NaCl dan CaCl2 digunakan untuk melelehkan es di jalan raya dan pejalan kaki pada musim dingin. Apa keuntungan kedua garam ini dibandingkan dengan sukrosa dan urea untuk menurunkan titik beku air?
14. Apa yang dimaksud dengan polusi termal? Apa bahayanya pada kehidupan di dalam air?
15. Seorang siswa mengamati dua buah beker gelas berisi air. Beker gelas pertama dipanaskan hingga 30 oC sedangkan beker gelas yang kedua hingga 100 oC. Pada masing-masing beker terbentuk gelembung dalam air. Apakah gelembung pada kedua beker ini mempunyai sumber yang sama? Jelaskan.
16. Sebuah beker gelas mula-mula jenuh dengan udara terlarut. Jelaskan apa yang terjadi bila gas He pada 1 atm digelembungkan melalui larutan dalam waktu yang cukup lama.
17. Seorang ahli kimia forensik memperoleh sampel bubuk putih untuk dianalisis. Dia melarutkan 0,5 g zat terzebut di dalam 8,0 g benzena. Larutan membeku pada 3,9 oC. Apakah ahli kimia tersebut dapat menyimpulkan bahwa senyawa dalam bubuk adalah kokain (C17H21NO4)? Asumsi apa yang harus dibuat pada analisis tersebut.
18. Jelaskan mengapa cairan yang digunakan pada injeksi intravena harus sama dengan tekanan osmosis darah?
19. Jelaskan mengapa amonia (NH3) sangat larut dalam air, tetapi tidak untuk nitrogen triklorida (NCl3).
20. Jika soft drink kaleng digoncang dan kemudian dibuka, minuman akan keluar secara tiba-tiba. Tetapi, jika setelah digoncang kaleng dipukul-pukul beberapa kali dengan sendok logam tidak terjadi ledakan minuman. Jelaskan, mengapa?
21. Ikan di lautan antartika berenang di dalam air pada suhu sekitar -2 oC. (a) Untuk mencegah pembekuan darah pada ikan, berapa seharusnya konsentrasi darah (molal)? Apakah ini adalah konsentrasi fisiologis yang sesuai? (b) Baru-baru ini, ahli telah menemukan sejenis protein khusus di dalam darah ikan yang meskipun konsentrasinya sangat kecil (≤0,001 m), tetapi mampu mencegah pembekuan darah. Jelaskan mekanisme tersebut.
22. Obat dengan time-release mempunyai keuntungan dalam melepaskan obat ke dalam tubuh yaitu pada kecepatan konstan. Akibatnya konsentrasi obat setiap saat tidak terlalu tinggi untuk menyebabkan efek samping membahayakan atau terlalu sedikit sehingga tidak efektif. Skema diagram di bawah ini menunjukkan cara bekerja pil obat dengan time-release. Jelaskan bagaimana pill bekerja.
 

0 Komentar untuk "BAB 1. SIFAT-SIFAT FISIK LARUTAN DAN KOLOID (Kimia Dasar II)"

Back To Top