PERCOOBAAN III
SIFAT KOLIGATIF LARUTAN :
PENURUNAN TITIK BEKU
I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1. Mampu menjelaskan pengaruh zat terlarut pada sifat fisik pelarut
murni.
1.2. Mampu menentukan konstanta kenaikan titik didih.
1.3. Mampu menentukan berat molekul suatu senyawa.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Larutan
Larutan
adalah campuran homogen dari molekul atom maupun ion dari dua zat atau lebih.
Suatu larutan disebut suatu campuran karena susunannya berubah-ubah. Larutan
disebut homogen karena susunannya seragam sehingga tidak dapat diamati adanya
bagian-bagian yang berikatan bahkan dengan mikroskop sekalipun. Dalam campuran
heterogen, permukaan-permukaan tertentu dapat dideteksi antara bagian-bagian dan
fase-fase terpisah.
Biasanya
larutan berada dalam keadaan cair. Lazimnya salah satu campuran (penyusun)
larutan campuran itu dibuat. Cairan ini disebut medium pelarut komponen dan
yang dapat berbentuk gas. Cairan maupun zat padat dibayangkan sebagai terlarut
kedalam komponen pertama disebut zat pelarut / terlarut (Solut) terdapat kecenderungan kuat bagi senyawa polar
untuk larutan ke dalam pelarut polar. Solvasi adalah interaksi molekul-molekul
pelarut dengan partikel-partikel zat pelarut dengan partikel-partikel zat
terlarut untuk membentuk gugusan.
(Keenan, 1991)
Bila dua atau lebih zat yang tidak
bereaksi dicampur, campuran yang terjadi ada tiga kemungkinan,
- Campuran,
contoh : campuran tanah dengan pasir, campuarn gula dengan campuran garam.
- Dispersi
koloid, contoh : larutan tanah liat dan air.
- Larutan
sejati, contoh : larutan gula dalam air, larutan garam, larutan jenuh bila
larutan dapat melakukan lebih banyak zat terlarut dan jika kurang dari itu
disebut larutan tidak jenuh. Jika lebih dari itu disebut dengan larutan
yang lewat jenuh (contoh : natrium biosulfat).
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya larut :
a.
Jenis zat pelarut
b.
Temperatur
c.
Jenis zat terlarut.
Pengaruh temperatur tergantung dari
panas pelarutan. Bila panas pelarut (ΔH) negatif, daya larut turun dengan
naiknya temperatur. Bila panas pelarut
(ΔH) positif, daya larut dengan naiknya temperatur. Tekanan tidak
berpengaruh pada daya larut gas.
(Keenan, 1991)
2.2. Macam-macam Larutan
Larutan
elektrolit adalah zat–zat yang menghantarkan arus listrik. Yang termasuk
larutan elektrolit dengan beberapa pengecualian, semua zat–zat anorganik (asam,
basa, dan garam).
Larutan non
elektrolit adalah bahan–bahan yang bila dilarutkan dalam air tidak
menghantarkan listrik dan tetap tak berubah. Dan contohnya adalah bahan–bahan
organik seperti gula, tebu, manosa, glukosa, gliserin, etanol, dan urea. Perlu
di perhatikan bahwa suatu zat yang berperilaku sebagai elektrolit dalam air,
misalnya NaCl, mungkin tak menghasilkan larutan yang menghantarkan listrik
dalam pelarut lain seperti eter atau heksana. Dalam keadaan lebur, kebanyakan
elektrolit akan menghantarkan listrik.
(Vogel,
1985)
2.3. Molalitas ( m ) dan Fraksi Mol ( x )
Kemolalan
(molalitas) menyatakan jumlah mol (n) zat terlarut dalam 1000 gram pelarut.
Dirumuskan :
(Petrucci,
1992)
Fraksi mol adalah perbandingan jumlah mol
terlarut terhadap jumlah mol seluruh zat dalam larutan. Jika dalam larutan
terdapat zat A dan zat B maka :
(Petrucci, 1992)
2.4 Pengertian Sifat Koligatif Larutan
Sifat
koligatif larutan adalah sifat larutan yang ditentukan oleh jumlah partikel zat
terlarut. Sifat koligatif ini terdiri dari 4 macam,
1.
Penurunan
tekanan uap (Δp)
2.
Penurunan
titik beku larutan (ΔTf)
3.
Kenaikan
titik didih (ΔTb)
4.
Tekanan
osmosis larutan (π)
(Miller, 1987)
Larutan-larutan
yang mengandung jumlah partikel zat terlarut yang akan memperlihatkan harga
keempat jenis sifat koligatif larutan yang sama (meskipun jenis zat dilarutkan
pada masing-masing larutan itu berbeda). Semakin banyak jumlah partikel zat
terlarut, semakin besar pula harga keempat sifat koligatif larutan.
Hukum-hukum
sifat koligatif menyatakan bahwa selisih tekanan uap, titik beku dan titik
didih suatu larutan dengan tekanan uap, titik beku dan titik didih pelarut
murni berbanding langsung dengan konsentrasi molal zat terlarut.
(Keenan , 1991)
2.5. Sifat-sifat Koligatif Larutan
2.51. Penurunan Tekanan Uap (Δp)
Tekanan uap (vapor pressure) adalah
ukuran kecenderungan molekul-molekul suatu cairan untuk lolos menguap. Makin
besar tekanan uap suatu cairan dan mudah molekul-molekul cairan itu berubah
menjadi uap. Dalam suatu larutan partikel-partikel zat terlarut menghalangi
gerak molekul-molekul untuk berubah bentuk cair menjadi uap. Sehingga tekanan
uap jenuh larutan menjadi lebih rendah dari pada tekanan uap jenuh larutan
murni. Menurut Roult dalam percobaanya, bahwa melarutkan suatu zat terlarut
mempunyai penurunan tekanan uap pelarut.
Rumus besarnya penurunan tekanan uap :
Δp = Xt . P0
Keterangan : Δp =
penurunan tekanan uap
Xt =
fraksi mol zat terlarut
P0
= tekanan uap pelarut murni
(Petrucci, 1992)
2.5.2. Kenaikan Titik Didih (ΔTb)
Jika suatu cairan
didiamkan dalam suatu bejana tertutup, cairan itu akan menguap dan penguapan
ini akan berhenti pada tekanan tertentu yang hanya tergantung pada suhu. Keadaan
ini disebut sebagai uap jenuh. Jika tekanan pada permukaan diperkecil, misalnya
dengan menghubungkan bejana yang mengandung cairan itu suatu pompa, titik didih
akan menurun. Selain itu,
tekanan uap cairan naik seiring dengan naiknya suhu.
Tekanan uap
larut merupakan salah satu sifat-sifat yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh
jumlah partikel zat terlarut. Jika suatu larutan non volatic atau volatil
(tidak cenderung menguap) dilarutkan dalam suatu cairan, maka tekanan uap
larutan itu dikatakan rendah. Jika kita tidak memperhatikan zat terlarut, yang
dapat berdisosiasi dalam pelarut, maka tekanan keseimbangan yang ditimbulkan
oleh adanya pelarut berbanding lurus dengn fraksi mol dalam larutan.
Menurut Hukum Roult, besarnya tekanan uap
P ≈ P0 ≈ XP
Dengan : P = tekanan uap larutan
P0 = tekanan uap murni
Xp = fraksi mol zat terlarut
Besarnya penurunan tekanan uap dalam larutan
adalah :
Rumus : Xp + Xt = 1
∆H = P° + P
Dengan : ∆H = penurunan tekanan uap pelarut
P° = tekanan uap pelarut murni
Xt = fraksi ml zat terlarut
(Keenan, 1991)
Apabila air
sebagai pelarut murni pada suhu 1000C air akan mendidih dan tekanan
uap menjadi sebesar 1 atm. Jika kemudian kedalam air di tambah zat terlarut dan
dipanaskan dengan suhu 1000C, tenyata larutan belum mendidih.
Tekanan uap permukaannya harus pada 1 atm, yang dicapai dengan menaikan suhu
larutan. Harga titik didih larutan lebih besar daripada pelarut murni 1000C. Sehingga
naiknya titik didih larutan dari titik didih pelarutnya disebut kenaikan titik
didih.
Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada diagram
berikut :
Dengan :
∆Tb =
kenaikan titik didih
Keterangan :
a = titik
didih dimana air mendidih pada suhu 1000C dan tekanan uap 1 atm
b = larutan
belum mendidih, titik pada suhu 1000C, P<1 atm
c = titik
dimana tekanan uap jenuh larutan 1 atm, larutan mendidih pada suhu >> 1000C
Menurut Roult, kenaikan titik didih larutan
berbanding lurus dengan kenaikan titik didih molalnya, sehingga persamaannya :
(Rosenberg, 1996)
2.5.3. Penurunan Titik Beku Larutan (ΔTf)
Suatu
larutan jika jumlah partikel zat
terlarut semakin banyak, maka larutan tersebut titik bekunya akan turun.
Zat terlarut dalam hal ini adalah zat yang tidak pernah menguap.
Bila
kebanyakan larutan biner didinginkan, pelarut murni terkristalisasi terlebih
duhulu sebelum ada zat terlarut yang mengkristalisasi. Suhu dimana kristal-kristal
pertama berada dalam kesetimbangan dengan larutan disebut titik beku larutan.
Titk beku larutan demikian selalu lebih rendah dari titk beku pelarut murni.
Dalam pelarut encer, penurunan titik beku berbanding lurus dengan banyaknya molekul
zat terlarut didalam massa tertentu pelarut. Jadi penurunan titik beku :
ΔTf = titik beku
pelarut - titik beku larutan
∆Tf = m . Kf
Dimana m
adalah molalitas larutan. Jika persaman itu berlaku sampai konsentrasi 1 molal,
penurunan titik beku larutan 1 molal setiap non elektrolit terlarut di dalam
perlarut itu ialah Kf yang karena itu dinamakan tetapan titik beku
molal (molal freezing point constant) pelarut itu. Nilai numerik Kf adalah
khas pelarut itu masing–masing.
(Rosenberg, 1996)
2.5.4. Penurunan Titik Beku Larutan Non-Elektrolit
Titik beku dari suatu cairan adalah suhu atau
temperatur pada saat tekanan uap cairan atau larutan sama dengan tekanan uap
pelarut padat murni. Suatu larutan jika jumlah partikel terlarut semakin
banyak, maka larutan tersebut titik bekunya akan turun.
Keterangan : A = titik triple larutan
a = titik beku larutan
b = titik beku air
c = titik didih air
d = titik didih larutan
Titik beku normal merupakan suhu dimana garis
kesetimbangan padatan cairannya berpotongan dengan garis tekanan 1 atm. Karena
titik tripel baru untuk larutan terletak disebelah kiri dari titik tripel
pelarut murni, maka titik beku larutan lebih rendah dibanding titik beku
pelarut. Menurut hukum Roult, besarnya penurunan titik beku sebanding dengan
perkalian konstanta titik beku dengan molalitas larutan.
Harga Kf
berbeda bagi pelarut yang berbeda. Apabila berat molekul senyawa diketahui,
seperti pada persamaan diatas dapat digunakan untuk menentukan konstanta titik
beku pelarut, dengan menggunakan konstanta titik beku, berat molekul senyawa
yang belum diketahui dapat ditentukan. Dalam percobaan, penurunan titik beku
diukur dengan mengamati titik leleh senyawa tersebut.
Titik leleh
adalah temperatur saat terjadinya perubahan fasa padat menjadi fasa cair.
Sedangkan titik beku adalah temperatur saat terjadi perubahan fasa cair menjadi
fasa padat. Titik leleh dapat diukur dengan lebih akurat dari pada titik beku.
Hal ini disebabkan karena pada pengukuran titik beku dapat terjadi ” super
cooling ”.
(Brady, 1994)
Super cooling
adalah pendinginan cairan dibawah titik bekunya tanpa mengubah wujud cair
menjadi padat. Ini merupakan keadaan metastabil, sebab partikel cairan
kekurangan energi, tetapi tidak berubah kedalam kisi dari kristal padat. Jika
cairan ini diberi benih, biasanya kristalisasi berlangsung dan cairan kembali
pada tiitk beku normalnya.
(Daintith, 1994)
2.5.5. Penurunan Titik Beku Larutan Elektrolit
Zat
elektrolit dalam air akan terurai dan terionisasi menjadi ion. Penguraian
tersebut mengakibatkan penambahan jumlah partikel, sehingga sifat koligatif
larutan elektrolit lebih besar dari pada sifat koligatif larutan non-elektrolit
dengan molaritas yang sama. Untuk larutan elektrolit berlaku persamaan : ∆Tf
= m . Kf . ί
ί dirumuskan dengan : ί = 1 + (n+1) α
Tabel beberapa pelarut dan tetapannya
Pelarut
|
Titik Beku
|
Kf
|
Air (H2O)
|
00C
|
1.86
|
Etanol (C2H5OH)
|
-1150C
|
2.0
|
Kloroform (CHCl3)
|
-640C
|
4.8
|
Karbon tetra klorida (CCl4)
|
-220C
|
3.0
|
Benzena (C6H6)
|
50C
|
5.0
|
(Petrucci, 1992)
2.5.6. Tekanan Osmosis (π)
Tekanan
osmosis adalah proses lewatnya pelarut dalam larutan encer menuju kelarutan
yang lebih pekat melalui lapisan tipis yang selektif dalam melewatkan pelarut,
tetapi tidak melewatkan zat terlarut. Lapisan tipis tersebut disebut membran
semi permeabel, biasanya terbuat dari bahan-bahan organik. Untuk lapisan encer,
tekanan osmotik berbanding lurus dengan molaritas (M) zat terlarut, sehingga
persamaannya :
Maka
: π = M . R . T
Keterangan : π
= tekanan osmosis (π)
R
= tetapan Roult = 0,082 (atm/mol . K)
T
= suhu mutlak (0K)
M
= molaritas larutan (mol / L)
(Keenan, 1989)
2.6. Larutan Zat Terlarut dan Pelarut
Larutan
adalah suatu campuran yang homogen yang komponennnya dapat berbeda. Misal
sejumlah garam larut dalam air. Pada suatu larutan yang mengandung air, maka
air selalu dianggap sebagai solven, meskipun jumlahnya sedikit. Oleh karena
itu, air dikenal sebagai pelarut universal. Sedangkan solut atau zat terlarut
adalah zat yang berada pada larutan yang umumnya dalam jumlah kecil. Larutan
pekat adalah solut yang konsentrasinya relatif tinggi.
(Brady, 1994)
2.7. Pengaruh zat terlarut dalam larut
Pelarut adalah
gaya tarik-menarik intermolekul antara pelarut dan zat terlarut. Apabila
pelarutnya air disebut hidrasi. Suatu larutan dimana terjadi titik
kesetimbangan antara zat-zat terlarut dan zat-zat yang tidak terlarut disebut
dengan kejenuhan larutan. Pada saat titik ini tercapai jumlah partikel zat
terlarut dalam larutan akan konstan. Karena tiap partikel zat terlarut yang
bisa larut ditempati oleh rekristalisasi zat yang terlarut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelarutan :
- Sifat-sifat
pelarut
- Sifat-sifat
zat terlarut
- Tekanan
- Suhu
Faktor-faktor yang mempengaruhi banyak tidaknya
zat terlarut :
- Pengadukan
- Kenaikan
suhu
- Besar
kecilnya partikel zat terlarut
( Miller. 1987 )
2.8. Massa Molekul Relatif (Mr)
Massa
molekul relatif (Mr) adalah bilangan yang menyatakan harga perbandingan massa
satu molekul suatu senyawa dengan 1/12 massa satu atom
karbon -12. Mr sama dengan jumlah massa atom relatif (Ar) dari semua atom
penyusun.
(Miller, 1987)
2.9. Perubahan Fasa Zat
Bila zat padat dipanaskan, mula-mula pada suhu sedikit
dibawah titik lelehnya kemudian suhunya mulai naik ketika titik lelehnya
tercapai suhunya akan tetap sampai seluruh bagian zat meleleh. Demikian juga
dengan proses pembekuan, suhunya akan konstan sampai tercapai titik beku
tersebut.
(Brady, 1994)
2.10. Analisis bahan
2.10.1. Asam
Stearat (CH3(CH2)10COOH)
Sifat fisik : Berbentuk padat, berwujud kristal
putih, tidak berwarna, tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol,
kloroform
Sifat kimia : Memiliki rumus molekul (CH3(CH2)10COOH),
titik didih 2250C, titik leleh 440C, berat jenis 0,8.
(Daintith, 1994)
2.10.2. Asam Benzoat (C6H 5COOH)
Sifat fisik : Berwujud kristal putih, sedikit
larut dalam air
Sifat kimia : Memiliki rumus molekul (C6H 5COOH), titik didih 2490C, titik leleh
122,40C, berat jenis 1,27
(Daintith, 1994)
2.10.3. Aquades (H2O)
Sifat fisik : Tidak berwarna, berbentuk cair
Sifat kimia : Mempunyai rumus molekul H2O,
titik leleh 0,0000C, titik didih 1000C, titik beku 00C,
berat jenis 1,000 (40C)
(Daintith, 1994)
III. METODE PERCOBAAN
3.1. Alat
dan Bahan
3.1.1. Alat
3.1.1.1. Neraca ohaus
3.1.1.2. Gelas Beker
3.1.1.3. Pemanas Spirtus
3.1.1.4. Pipa Kapiler
3.1.1.5. Termometer
3.1.1.6. Statif dan Klem
3.1.1.7. Pengaduk
3.1.1.8. Tabung reaksi
3.1.1.9. Kaca arloji
3.1.1.10.
Kaki tiga (tripot)
3.1.1.11.
Lumpang
3.1.1.12.
Mortal
3.1.1.13.
Kasa asbes
3.1.1.14.
Isolasi / selotip
3.1.2. Bahan
a. Asam Stearat (CH3(CH2)10COOH)
b. Asam Benzoat (C6H 5COOH)
c. Aquades (H2O)
3.2. Gambar
Alat
Keterangan : 1. Penjepit 6. Pemanas Spiritus
2. Statif 7.
Air
3. Termometer 8.
Pipa kapiler
4. Tabung Reaksi 9.
Isolasi / selotip
5. Gelas Beker
3.4. Skema Kerja
3.4.1. Preparasi sampel
IV. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1. Data Pengamatan
No.
|
Perlakuan
|
Hasil
|
1.
|
Preparasi Sampel
|
|
a. 3 gram asam stearat + pemanasan (500C) +
asam benzoat 0,2 gram + pengadukan + pendinginan + penghalusan
|
Asam stearat
ketika dipanaskan menjadi larut. Setelah ditambah asam benzoat kemudian dipanaskan menjadi tercampur dan larut.
Ketika didinginkan campuran larutan menjadi mengkristal, dan berubah menjadi
seperti lilin berwarna putih ayang keras. Kemudian ditumbuk atau dihaluskan
sampai halus.
|
|
b. 3 gram asam stearat + pemanasan (500C) +
asam benzoat 0,4gram + pengadukan + pendinginan + penghalusan
|
||
c. 3 gram asam stearat + pemanasan (500C) +
asam benzoat 0,6 gram + pengadukan + pendinginan + penghalusan
|
||
2.
|
Pengukuran Titik
Leleh
|
|
a. sampel dalam pipa kapiler diikat pada termometer,
dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi air.
|
Air dalam gelas
beker lama kelamaan terasa panas, sampel menyusut dan timbul gelembung.
Sampai meleleh,
sebagian menjadi transparan
|
|
b. gelas beker
berisi airpanas
|
No.
|
Wasam stearat (gram)
|
Wasam benzoat (gram)
|
Titik Leleh (0C)
|
1.
|
3
|
0,2
|
52
|
2.
|
3
|
0,4
|
55
|
3.
|
3
|
0,6
|
58
|
4.2 Perhitungan
4.2.1. Mencari
Konstanta Penurunan Titik Beku Pelarut
a. Diketahui :
m benzoat = 0,2 gram
m stearat = 3 gram
Mr benzoat = 122 sma
t1 = 380C
t2 = 520C
Δt = t2 – t1 = 140C
Ditanya : Kf …….. ?
Dijawab :
ΔTf = m . Kf
ΔTf = gram . 1000 . Kf
Mr P
14 = 0,2 . 1000 . Kf
122 3
14 = 200 . Kf
366
5124 = 200 . Kf
Kf = 25,62 0C/m
b. Diketahui :
m asam benzoat = 0,4 gram
m asam stearat = 3 gram
Mr asam benzoat 122
t1 = 380C
t2 = 550C
Δt = t2 – t1 = 170C
Ditanya : Kf …….. ?
Dijawab :
ΔTf = m . Kf
ΔTf = gram . 1000 . Kf
Mr p
14 = 0,4 . 1000 . Kf
122 3
14 = 400 . Kf
366
6120 = 400 . Kf
Kf = 15,3 0C/m
c. Diketahui :
m asam benzoat = 0,6 gram
m asam stearat = 3 gram
Mr asam benzoat 122
t1 = 380C
t2 = 580C
Δt = t2 – t1 = 200C
Ditanya : Kf …….. ?
Dijawab :
ΔTf = m . Kf
ΔTf = gram . 1000 . Kf
Mr p
14 = 0,6 . 1000 . Kf
122 3
14 = 600 . Kf
366
7320 = 600 . Kf
Kf = 12,2 0C/m
Jadi Kf rata-rata = 25,62 + 15,3 + 12,2
3
= 53,12
3
= 17,71 0C/m
4.2.2. Menentukan Berat Molekul Suatu Senyawa
a. Mr asam stearat (CH3(CH2)10COOH)
= 200 sma
b. Mr asam benzoat (C6H5COOH)
= 122 sma
V. PEMBAHASAN
5.1. Preparasi sampel
Pada
preparasi sampel ini. Sebelum melakukan percobaan, pertama-tama menimbang 3 gram
sampel asam stearat diletakkan ke dalam gelas beker 25 ml dan lakukan
penimbangan asam stearat tersebut sebanyak 3 kali. Setelah
itu, menyiapkan asam benzoat, dengan cara menimbangnya masing-masing 0,2 gram,
0,4 gram, dan 0,6 gram. Tujuan dari penimbangan adalah untuk memperoleh massa
yang lebih tepat, sehingga menghasilkan hasil yang tepat atau benar saat
percobaan berlangsung. Setelah semua sampel bahan yang digunakan dalam
percobaan telah siap. Kemudian asam stearat dilelehkan, hal ini dilakukan karena
asam stearat mempunyai titik leleh yang lebih rendah dan massa yang lebih besar dari pada asam
benzoat. Setelah asam stearat meleleh, lalu asam benzoat dimasukkan kedalam
gelas beker yang berisi asam stearat yang meleleh tadi. Pencampuran ini
dilakukan dengan pemanasan, hal ini disebabkan karena dengan adanya pemanasan
yang bersuhu tinggi, maka semakin tinggi pula gerakan partikel dengan adanya
gerakan ini, maka akan menyebabkan semakin banyak pula tumbukan antar partikel
yang satu dengan yang lain. Asam stearat sebagai zat pelarut, syaratnya zat
pelarut itu harus mempunyai massa
yang lebih besar dari zat terlarut. Dalam hal ini asam stearat dan asam benzoat
akan menjadi cair, sehingga proses pencampuran ini dapat menghasilkan campuran
yang homogen. Ciri-ciri dari campuran yang homogen adalah memiliki fase yang
hanya satu (berupa cairan) dikarenakan asam benzoat dan asam stearat sudah
tidak dapat dibedakan lagi, dan memiliki komposisi yang tetap.
Apabila campuran sudah homogen gelas
beker diangkat dari tempat pemanasan dan dicelupkan kedalam wadah yang berisi
air. Campuran ini didinginkan hingga sampel berubah menjadi kristal seperti
lilin dan sangat keras. Setelah itu sampel diambil untuk ditumbuk. Tujuan dari penumbukan adalah agar partikel-partikel
besar dari asam stearat tadi berubah menjadi partikel-partikel yang lebih
kecil. Sehingga, partikel kecil tadi mudah masuk ke dalam pipa kapiler. Yang
nantinya, akan diukur titik lelehnya.
Pada saat
pengukuran titik leleh ini, kami menyiapkan 3 gelas beker 25 ml yang telah
berisi 3 gram asam stearat yang kemudian dipanaskan diatas pemanas spirtus. Setelah
masing-masing 3 gram asam stearat di
dalam gelas beker 25 ml tersebut telah meleleh, kemudian masukkan 0,2 gram, 0,4
gram, dan 0,6 gram asam benzoat. Ketika asam benzoat yang telah dimasukkan ke
dalam lelehan asam stearat tadi ikut meleleh. Kemudian, angkat 3 gelas beker
tersebut, dan masukkan ke dalam penangas air berisi air dingin sampai membentuk
kristal.
Pada saat
kristalisasi ini akan berbeda. Jika kita bandingkan kristalisasi larutan yang
dimasukkan ke dalam air dingin, dengan kristalisasi larutan yang dimasukkan ke
dalam es batu. Perbedaannya, dapat terlihat jelas dari ukuran partikel-partikel
yang dihasilkannya. Apabila pada air dingin, partikel kristal yang dihasilkan,
akan relatif lebih kecil dibandingkan dengan yang dimasukkan pada es batu.
Selain itu, pada es batu akan lebih cepat menggumpal dan mendinginkan larutan
yang telah dipanaskan. Karena, suhu pada es batu tersebut, mula-mula adalah 0ºC
(skala titik beku). Sehingga, akan mencapai nilai pembekuan yang sempurna dan
kristalisasi pun akan berlangsung dengan cepat.
Setelah
lelehan (campuran asam stearat dan asam benzoat) tadi menjadi kristal.
Kemudian, ambil lelehan yang telah membentuk kristal tersebut, dan letakkan ke
dalam mangkuk penumbuk, untuk ditumbuk kembali. Hal ini dimaksudkan, agar
kristal tersebut dapat dikembalikan dalam bentuk serbuk (partikel yang lebih
kecil), dan agar dapat dimasukkan ke dalam pipa kapiler untuk diukur kembali
titik lelehnya dengan menggunakan termometer yang dirangkai pada suatu sistem
percobaan.
5.2.Pengukuran titik leleh
Sampel
dalam pipa kapiler harus padat sehingga titik leleh yang akan didapat lebih
akurat atau tepat. Setelah itu rekatkan pipa kapiler pada termometer dengan
ujung yang sejajar dan berimpit bertujuan agar suhu saat terjadi pelelehan sama
dengan suhu yang ditunjukan oleh temperatur, sehingga pengukurannya akurat pada
saat pengamatan dapat dilakukan dengan tepat. Dan pipa kapiler ini harus
dipasang sejajar dengan skala 0ºC pada termometer. Kemudian masukkan pipa
kapiler dan termometer dan pipa kapiler yang telah direkatkan tadi kedalam
tabung reaksi, tujuannya adalah untuk mengukur titik leleh sampel.
Dalam teori
dikatakan bahwa semakin banyak zat yang terlarut yang ditambahkan, maka makin
besar pula penurunan titik lelehnya. Hal itu dapat dibuktikan melalui
percobaan, karena data yang diperoleh saat percobaan menunjukkan pengertian
sama dengan teori.
Dari hasil percobaan ,
diperoleh data sebagai berikut:
1. Asam benzoat 0,2 gram
dengan Tf = 52 0C memiliki kf = 25,62 0C/m
2. Asam benzoat 0,4 gram
dengan Tf = 55 0C memiliki kf = 15,3 0C/m
3. Asam benzoat 0,6 gram
dengan Tf = 58 0C memiliki kf = 12,2 0C/m
Jadi rata-rata kf adalah 25,26 + 15,3 + 12,2 = 17,71 0C/m
3
VI. KESIMPULAN
6.1
Pengaruh zat terlarut pada sifat fisik pelarut
murni, yaitu dengan penambahan zat terlarut, terjadi penurunan titik beku
pelarut murni.
6.2
Konstanta penurunan titik beku suatu pelarut yang
diperoleh yaitu konstanta rata-rata titik beku pelarut adalah 17,71 0C/m.
6.3
Berat molekul suatu senyawa, yaitu berat molekul
asam benzoat 122 sma dan asam stearat 200 sma.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Brady,
James, 1994, Kimia Universitas Asas dan
Struktur, jilid 1, edisi kelima, Erlangga : Jakarta
Daintith, John, 1994, Kamus Kimia Lengkap, Oxford edisi baru, Erlangga : Jakarta
Keenan,
Charles, 1991, Ilmu Kimia Untuk
Universitas, edisi keenam, The University of Tennese Knoxvill, Erlangga :
Jakarta
Miller,
1987, Chemistry A Basic Introduction,
4th edition,
Wadsorth Publishing Company : California
Petrucci, Ralph, 1992, Kimia
Dasar, Erlangga : Jakarta
Rosenberg, Jarome L, 1996, Kimia
Dasar, edisi keenam, Erlangga : Jakarta
Vogel, 1985, Buku
Teks Analisis Organik Kualitatif Makro dan Semimikro , edisi kelima, P.T.
Kalman Media Pustaka : Jakarta
Tag :
Praktikum
0 Komentar untuk "PERCOBAAN III SIFAT KOLIGATIF LARUTAN : PENURUNAN TITIK BEKU (Kimia Dasar I)"