|
Gunung Lawu Berdiri Kokoh |
Gunung Lawu (3.265 m) terletak di Pulau Jawa, Indonesia, tepatnya di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung Lawu terletak di antara dua kabupaten yaitu Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah dan Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Status gunung ini adalah gunung api "istirahat" (diperkirakan terahkir meletus pada tanggal 28 November 1885[3][4]) dan telah lama tidak aktif, terlihat dari rapatnya vegetasi serta puncaknya yang tererosi. Di lerengnya terdapat kepundan kecil yang masih mengeluarkan uap air (fumarol) dan belerang (solfatara). Gunung Lawu mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan hutan Ericaceous. Gunung Lawu adalah sumber inspirasi dari nama kereta api Argo Lawu, kereta api eksekutif yang melayani Solo Balapan-Gambir.
|
Peta Indonesia |
|
Puncak Hargo Dumilah |
|
Hargo Dalem |
Gunung Lawu memiliki tiga puncak, Puncak Hargo Dalem, Hargo Dumiling dan Hargo Dumilah. Yang terakhir ini adalah puncak tertinggi.
Di lereng gunung ini terdapat sejumlah tempat yang populer sebagai tujuan wisata, terutama di daerah Tawangmangu, Cemorosewu, dan Sarangan. Agak ke bawah, di sisi barat terdapat dua komplek percandian dari masa akhir Majapahit: Candi Sukuh dan Candi Cetho. Di kaki gunung ini juga terletak komplek pemakaman kerabat Praja Mangkunagaran: Astana Girilayu dan Astana Mangadeg. Di dekat komplek ini terletak Astana Giribangun, mausoleum untuk keluarga presiden kedua Indonesia, Suharto.
Membicarakan tentang Gunung Lawu tentunya tak pernah bisa lepas dari cerita tentang tiga puncak yang dimilikinya, yakni puncak Hargo Dumilah, puncak Hargo Dalem, dan puncak Hargo Dumiling. Ketiga puncak Gunung Lawu tersebut menyimpan cerita dan misteri tersendiri. Cerita tersebut bermula pada jaman pemerintahan Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Pamungkas di Kerajaan Majapahit. Pada waktu itu istri Sang Prabu yang bernama Dara Petak melahirkan seorang putra yang bernama Raden Fatah.
Berbeda dengan ayahnya yang memeluk agama Buddha, setelah dewasa Raden Fatah memilih untuk memeluk agama Islam dan mendirikan kerajaan di Glagah Wangi (Demak). Melihat hal tersebut Sang Prabu menjadi gundah. Beliau pun melakukan meditasi guna memohon petunjuk kepada Yang Maha Kuasa. Dalam semedinya Sang Prabu mendapatkan wangsit bahwa cahaya Kerajaan Majapahit akan memudar dan wahyu kedaton akan berpindah ke Kerajaan Demak.
Setelah mendapat wangsit tersebut Sang Prabu ditemani Sabdopalon bergegas meninggalkan keraton secara diam-diam menuju Gunung Lawu. Di tengah perjalanan menuju puncak mereka bertemu dengan dua kepala dusun yang bernama Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Kedua orang tersebut mengiringi langkah Sang Prabu menuju ke puncak Hargo Dalem. Sebelum moksa di Hargo Dalem, Sang Prabu mengangkat Dipa Menggala sebagai penguasa Gunung Lawu dan membawahi semua mahluk gaib yang ada di daerah tersebut. Sedangkan Wangsa Menggala diangkat sebagai patih dengan gelar Kyai Jalak.
Singkat cerita Sang Prabu moksa di Hargo Dalem dan Sabdopalon moksa di Hargo Dumiling. Sedangkan Dipa Menggala dan Wangsa Menggala karena kesetiaan dan kesempurnaan ilmunya berubah menjadi mahluk gaib dan melaksanakan amanat Prabu hingga saat ini. Oleh karena itu, hingga saat ini Gunung Lawu menjadi salah satu tempat sakral dan pusat kegiatan spiritual di tanah Jawa. Gunung Lawu juga memiliki hubungan yang erat dengan tradisi budaya Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta.
Gunung dengan tinggi 3.265 m dpl ini mempunyai iklim subtropis. Pada siang hari bertemperatur sedang, pada malam hari menjadi dingin. Curah hujan sangat rendah dan semakin ke puncak iklimnya semakin kering. Gunung Lawu merupakan gunung yang bermedan terbuka dan minim pohon. Selepas Pos V, medan terbuka hanya ditumbuhi oleh rerumputan dan semak. Beberapa tumbuhan yang ada di Gunung ini adalah rumput ilalang, edelweis, pohon pinus, akasia, dan tanaman liar. Saat terbaik untuk melakukan pendakian ke puncak Gunung Lawu adalah pada saat malam atau dini hari ketika cuaca cerah di bulan Juni, Juli, atau Agustus.
0 Komentar untuk "Misteri dan Keindahan Alam Gunung Lawu"